Bacaan : Ayub 9:1-16.
Pujian: KJ 364
Pujian: KJ 364
Kita semua pasti bisa merasakan
bagaimana rasanya menjadi orang tak berdaya, yang jelas ia tidak bisa berbuat
apa-apa. Dan Kadang kita merasa sudah berusaha sekuat tenaga untuk hidup taat
dan setia kepada perintah-perintah dan kehendak Tuhan. Namun hidup mengalami
masalah dan penderitaan yang sangat berat, yang rasanya kita tak berdaya
memikulnya. Lantas kita mencari-cari dosa atau kesalahan yang kita lakukan,
kalau-kalau masalah dan penderitaan itu disebabkan oleh dosa atau kesalahan
kita. Namun kita juga tak menemukan dosa dan kesalahan itu. Jadinya,
sungguh-sungguh membuat kita makin tak berdaya.
Pengalaman seperti itulah yang
menyebabkan Ayub merasa terbelenggu dalam kebingungan yang menyesakkan
batinnya. Apalagi pengalaman hidupnya memaksa dia harus berurusan dengan Allah
yang dia akui sebagai Yang Maha Kuasa. Dia tahu betul siapa Allah yang sedang
dia hadapi, dia sadar betul siapa yang dihadapi. Ayub juga sadar siapa dirinya
di hadapan Allah, memang bukanlah apa-apa dan tak berdaya. Ayub terpaksa berperkara
dengan Allah, memohon keadilan. Dia merasa hidupnya tidak pantas tertimpa nasib
buruk seberat yang ia rasakan saat itu.
Sahabat-sahabatnya
memperhadapkan Allah kepadanya sebagai Hakim. Isterinya memperhadapkan Allah
kepadanya sebagai seperti “penuntut hukum”. Ayub dengan sangat berat menerima
sikap sahabatnya dan isterinya itu. Sebab, Ayub justru ingin Allah menjadi
Pembelanya. Allah terlalu bijak dan kuat sehingga tidak seorangpun bisa melawan
Dia (ayat4).
Yang bisa kita lakukan dalam
kondisi tak berdaya seperti itu hanyalah bersabar menantikan waktu keputusanNya
yang bijak dan rahmani. Yang kedua hanyalah berserah kepadaNya. Yang ketiga,
adalah tetap memohon dengan yakin akan perbuatan-perbuatanNya yang tak terduga
dan ajaib serta kesediaanNya mendengarkan doa keluhan kita. (khm)
“Iman adalah satu-satunya kekuatan di tengah ketidakberdayaan”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar