Senin, 27 April 2015

Kedatangan Rejoice

Bacaan: Matius 5: 1-12   |   Nyanyian: KJ 14: 2, 3.
Nats:
“..dan setelah Ia duduk, datanglah murid-murid-Nya kepada-Nya.” (ay.1)

Sejak kepindahan kami ke Jogja setahun lalu, kehidupan kami banyak berubah. Tak ada tamu yang silih berganti datang ke kapanditan, tak ada lagi rapat PHMJ dan tak ada pula pelayanan tetap yang harus saya lakukan. Demikian pula yang dialami oleh suami, ia tak perlu lagi menghadiri berbagai acara, rapat di kantor kelurahan dan ia pun tak bisa lagi bernyanyi bersama Paduan Suaranya. Meski beberapa pembicaraan dan kontak masih tetap dilakukan via telepon, SMS atau Sosial Media dengan komunitas lama, tapi kami masih sering merasa sendiri, merasa sepi. Namun, beberapa saat lalu kami kedatangan tamu istimewa! Rejoice, Paduan Suara yang sudah seperti saudara itu nggruduk tempat tinggal kami yang tak terlalu besar. Mereka menghabiskan sehari semalam bersama kami, meski harus tidur dan makan seadanya. Rejoice sudah menjadi bagian hidup kami, mereka datang saat kami menikah, saat saya ditahbiskan, saat saya melayani sebagai Pendeta dan sekarang datang juga saat kami mutasi. Amboi…senangnya kedatangan Rejoice!
Sadar atau tidak dengan maraknya sosial media dan kemajuan teknologi komunikasi, “datang” menjadi hal yang sulit dan jarang dilakukan. Manusia jaman ini lebih senang berhubungan melalui media ketimbang “datang” dan bertemu muka dengan muka. Banyak yang menghabiskan waktu di dunia maya ketimbang berkomunikasi di dunia nyata. Bagaimana kita berhubungan dengan Tuhan? Sudahkah kita juga benar-benar “datang” kepadaNya? Narasi pembuka Injil Matius ini menggambarkan kedatangan murid-murid Yesus padaNya, dan karena kedatangan mereka inilah Yesus menyampaikan pengajaranNya yang dikenal sebagai Khotbah di bukit.
Ya…hubungan antar manusia jaman ini telah tereduksi dalam text, status dan gambar belaka. Namun, jangan biarkan hubungan kita dengan Tuhan juga ikut tereduksi. Mari luangkan waktu kita untuk terus “datang” padaNya dengan segenap diri, hati dan pikiran kita, jangan hanya setengah-setengah! Sebagaimana Rejoice yang bersusah payah datang ke Jogja, mari berkomitmen untuk setia “datang” kepada Tuhan. (Rhe)
Jangan biarkan setiap orang yang datang pada anda, pergi tanpa merasa lebih baik dan lebih bahagia. (Bunda Teresa)

http://www.gkjw.web.id/kedatangan-rejoice

Kamis, 23 April 2015

Jangan Saya Dong…



Bacaan: Lukas 5:1-11   |   Nyanyian: KJ 357
Nats: “Jangan takut, mulai dari sekarang engkau akan menjala manusia.” (ay.10)

“Pak Pendeta…jangan saya dong yang dipilih menjadi Majelis..”, demikian pinta seorang warga Jemaat yang namanya tercantum dalam daftar calon Majelis Jemaat pada saat dauran. “Saya tidak bisa apa-apa Pak Pendeta…, saya ‘kan hanya lulusan SMP..”, lanjutnya.
Ungkapan seperti di atas adalah sesuatu yang tidak asing terdengar, terutama saat pelaksanaan dauran. Pada umumnya perasaan takut tersebut disebabkan oleh rasa minder dan rendah diri karena masalah status sosial, tingkat pendidikan, kecakapan dalam pelayanan dan usia. Hal-hal tersebut seringkali dijadikan alasan utama bagi seseorang untuk menyampaikan keberatannya ketika hendak dilibatkan dalam pelayanan sebagai anggota Majelis Jemaat. Namun tidak menutup kemungkinan bahwa hal tersebut bisa jadi hanyalah kalimat kamuflase untuk menghindar dari tugas panggilan Tuhan.
Dalam bacaan kita di atas, ada sesuatu hal yang tampak sedikit aneh. Tuhan Yesus memanggil beberapa orang murid yang pekerjaannya adalah sebagai nelayan. Hm…apa tidak salah nih…? Bukankah lebih baik apabila Tuhan Yesus merekrut beberapa orang yang cakap, pandai dan cerdas? Bisa apa ya nelayan-nelayan itu? Punya kepandaian apa mereka itu sehingga Tuhan Yesus memilih mereka? Bukankah hal ini menjadi sesuatu yang menarik untuk kita pertanyakan dan pergumulkan di dalam diri kita masing-masing?
Ah… rupanya Tuhan Yesus tahu betul siapa yang akan dipanggil untuk ikut dalam pelayananNya. Bukan orang yang pandai, gagah, tampan / cantik yang jadi ukuranNya. Namun justru di dalam bacaan di atas Tuhan Yesus memanggil pribadi-pribadi yang sederhana, polos, pekerja keras, pemberani, yang kelak akan bersungguh-sungguh dalam melayani Tuhan dan jemaatNya.
Nah…bagaimana dengan kita? Apakah kita berani menjawab panggilan Tuhan untuk bersama-sama bekerja di tengah-tengah jemaat Tuhan? Jangan ragu-ragu lagi untuk mengambil sikap! Segeralah ambil bagian dalam karyaNya dan jangan takut! Sebagaimana Dia memampukan para nelayan itu, Dia juga pasti memampukan kita. Amin? [DK]
“Ini aku, utuslah aku!”
http://www.gkjw.web.id/jangan-saya-dong

Rabu, 22 April 2015

Manah Tansaha Padhang



Waosan: Daniel 5: 1-12  |  Nyanyian: KPK 108: 1
Nats
: “Sang prabu banjur pucet, lan kejot marga saka kang diraos…” (ay. 6)

Bu Melati saweg duka sanget dhateng putrinipun. Sampun makaping-kaping minangka tiyang sepuh, piyambakipun ngemutaken dhateng anakipun estri supados ngatos-atos anggenipun srawung kaliyan lare jaler. Nanging nyatanipun anakipun estri punika nglirwakaken piweling ibunipun.
Puncaking duka, nalika Bu Melati mireng bilih putrinipun sampun ngandhut, kamangka dereng neningkahan. Piyambakipun muntab, lan duka sanget dhateng putrinipun –sinambi nuding putriNipun,- ngendika, “. . . wiwit saiki aja nganggep aku ibumu!”
Dalu nalika manahipun sampun radi lerem, Bu Melati muwun. Piyambakipun gela, awit sampun kalair tembung ingkang murugaken sesambetan antawis ibu – anak pedhot.
Iba bebayanipun kangge kita menawi nalika manah lan panggalih saweg peteng, nanging kita nemtokaken prekawis ingkang wigatos. Sesambetan antawisipun ibu-anak punika rak wigatos sanget ta? Raos gela saged kabekta mataun-taun. Saged ugi putrinipun ingkang kausir kalawau nembe manggihi ibunipun sasampunipun 15 tahun.
Kadosdene nalika Sang Prabu Belsyazar mendem, kekathahen omben anggur. Piyambakipun nyawiyah dhateng Gusti lumantar nyepelekaken pirantos-pirantos Padaleman Suci. Ingkang mesthinipun kangge pangbaketi malah kangge ndem-ndeman (mabuk-mabukan). Nalika siuman (sadhar) boten kanyana, “Sang prabu banjur pucet, lan kejot marga saka kang diraos…” awit nampi pepenget saking Gusti lumantar seratan misterius (elok) ing tembok.
Mangga kita mbudidaya tansaha njagi supados manah lan pikiran kita padhang. Awit namung ing salebeting pikiran ingkang padhang kita saged ngrampungi (mengambil keputusan) prekawis ingkang wigatos kanthi sae. Prekawis ingkang wigatos boten saged dipun rampungi ing salebeting manah ingkang peteng. (smdyn)
“Gusti, kaparingana kawula manah ingkang kebak kawicaksanan!”
http://www.gkjw.web.id/manah-tansaha-padhang

Selasa, 21 April 2015

Resep Kuno Harga Modern



Bacaan: 1 Yohanes 4:7-21   |   Nyanyian: KJ 178
Nats:
“…jikalau Allah sedemikian mengasihi kita, maka haruslah kita juga saling mengasihi.” (ay.12)

Industri wisata kuliner di Indonesia mulai beralih melihat peluang masa kejayaan resep kuno. Banyak caffe disulap dengan arsitektur tempo doeloe. Menu-menu juga ditawarkan dengan cara olahan kuno, misalnya kompor gas diganti dengan tungku arang, pembungkus alumunium foil atau plastik diganti dengan daun pisang. Ini membuat masakan dengan resep kuno jadi mahal. Makin langka makanan dengan resep kuno, makin mahal pula harganya.
Tampaknya, ajaran untuk hidup mengasihi juga mulai menjadi hal yang kuno saat ini. Semakin hari semakin langka dijumpai orang yang mengaku percaya kepada Tuhan Yesus untuk bersikap mengasihi secara tulus, otomatis, dan otentik seperti hukum kasih itu mula-mula diajarkan oleh Tuhan Yesus. “Resep kuno: mengasihi sesama” sudah mulai kehilangan citarasa alaminya. Saling mengasihi sudah terlalu modern dengan kombinasi kepentingan-kepentingan pikiran manusia. Sikap mengasihi menjadi sikap yang bersyarat. Lambat laun, sikap mengasihi sesama yang original bisa menjadi punah. Sekaranglah saatnya untuk segera mengembalikan fungsi mengasihi sesama sebagai sebuah sikap yang murni dan tanpa syarat. Jika Allah sudah sedemikian mengasihi kita dengan cuma-cuma, lalu mengapakah kita harus jual mahal untuk mengasihi sesama?
Benar, tidak mudah memberlakukan hidup secara konsisten untuk mengasihi sesama tanpa syarat. Namun, ketika kita berhasil mengerjakan perintah Allah yang sulit itu, maka ada sukacita besar dalam hidup kita. Mengolah masakan dengan cara tradisional, biasanya lebih sulit dan memakan waktu lebih lama, namun cita rasanya akan lebih nikmat dibandingkan dengan masakan yang diolah secara moderen dan cepat. Demikianlah mengerjakan hidup saling mengasihi, mungkin akan terasa sulit dan membutuhkan banyak waktu untuk setia melakukannya. Namun semuanya itu akan menghasilkan cita rasa kehidupan yang penuh dengan damai sejahtera. [dee]
“Memurnikan kembali kebiasaan hidup saling mengasihi adalah jalan menuju kenikmatan hidup yang sejati.”
http://www.gkjw.web.id/resep-kuno-harga-modern

Senin, 20 April 2015

Tahun Yobel



Waosan: Lukas 4:14-30   |   Nyanyian: KPK 319:1,2,3.
Nats:
“…ngundhangake bakal tekane jaman keslametan peparinge Pangeran marang umate.“ (ayat 19).

Sinagoge dados papan ingkang penting kangge gesangipun bangsa Yahudi. Sinagoge dipun bangun kangge papan pangabekti ing dinten Sabat lan papan pasinaon/ sekolah kangge lare jaler. Saben wonten tiyang Yahudi cacahipun 10 KK ing ngriku kabangun Sinagoge ingkang dipun tata dening satunggaling pemimpin. Kala-kala pemimpin Sigagoge ngundang satunggaling Rabi tamu kangge maos Kitab Suci lan nerangaken isinipun.
Gusti Yesus tindak ing Sinagoge kados padatan lan memulang saking Yesaya 61:1-2. Yesaya nggambaraken pangentasaning bangsa Israel saking pambucalan ing Babel minangka ‘Tahun Yobel’. Tata cara Tahun Yobel kados mekaten: Sasampunipun 6 tahun mangsa tanem, ngrimati, lan panen, pategalan dipun imbaraken (mboten dipun tanemi) dangunipun setahun. Tetaneman ingkang thukul piyambak dangunipun setahun kalawau hasilipun kangge tiyang miskin lan sisanipun kangge kewan (Pangentasan 23:11; Pangandharing Toret 15:2-18).
Puncaking tahun Yobel menika dhawah ing saben tahun ka-50, ingkang dipun sebut ‘Yubilium’. Pranatan dipun tindakaken kanthi estu: hak milik dipun wangsulaken dhateng pemilik asli, utang-utang dipun anggep lunas, para budak dipun luwari. ‘Yubilium’ dados wekdal ingkang pas kangge saos syukur lan ngakeni bilih Allah nyawisaken tedhan cekap kangge sedaya titah.
Bab menika ngengetaken bilih manungsa sanes pemilik pategalan, mboten gadhah hak kangge andarbeni ing salami-laminipun, manungsa namung dipun paringi wewenang miturut palilahipun Gusti Allah (Kaimaman 25:23). Mekaten ugi bangsa Israel mboten gadhah hak waris, sebab drajatipun ing Mesir rumiyin minangka budhak (Pangandharing Toret 15:15).
Gusti Yesus dipun tampik ing tanah kelairanipun, pramila mboten perlu kaget menawi kekristenan mboten gampil dipun pahami lan dipun tampi dening kathah tiyang ing sadhengah papan. Piwelehipun Gusti Yesus ingkang isi pepenget bilih Gusti Allah kadhang kala milih bangsa sanes katimbang bangsa Yahudi, ndadosaken bangsa Yahudi nesu sanget. Amin. (Esha).
“Ngajeni, tunggal rasa, nyirik piala, lan nresnani ndadekake endahe paseduluran.”
http://www.gkjw.web.id/tahun-yobel

Jumat, 17 April 2015

Berani Beda

Bacaan: Lukas 3:15- 28   |   Nyanyian: KJ 424
Nats: Ketika seluruh orang banyak itu telah dibaptis dan ketika Yesus juga dibaptis dan sedang berdoa, terbukalah langit dan turunlah Roh Kudus dalam rupa burung merpati ke atas-Nya. Dan terdengarlah suara dari langit: “Engkaulah Anak-Ku yang Kukasihi, kepada-Mulah Aku berkenan.”(21-22)
Banyak orang dan kelompok bahkan lembaga yang ingin berbeda dengan orang atau kelompok atau lembaga lainnya. Ada yang berbeda dari umumnya karena lebih baik dan menarik. Ada yang berbeda hanya dari penampilannya, nyleneh, sedangkan kwalitas dirinya sama saja dengan umumnya. Bahkan ada berbeda karena lebih buruk dari yang umum.
Semua orang Kristen di baptis, bahkan banyak orang yang di baptis, tapi apa yang terjadi ketika Yesus di baptis? Ada hal yang berbeda, bukan? Ketika Dia dibaptis turunlah Roh Kudus dalam rupa burung merpati. Bersamaan dengan itu terdengar suara Allah dari langit yang menyatakan kasih dan perkenanNya kepada Yesus.
Harusnya begitu juga yang terjadi pada murid- murid Kristus dalam kehidupan sehari-hari, jangan terlalu mudah terbawa arus kehidupan dunia, sehingga sedikit-sedikit mengeluh dan suka protes atau demo. Jangan sama saja dengan dunia! Beranilah berbeda dengan dunia! Tetapi tentu berbeda karena ada pernyataan kasih dan perkenan Allah kepada kita, berbeda karena kwalitas hidup yang lebih baik. Jadi, bukan asal berbeda, apalagi kalau berbeda karena lebih buruk dari umumnya.
Contoh: saat banyak orang mengeluh bahwa dia memiliki atasan yang sangat nyebeli, kita memilih bersyukur karena masih memiliki pekerjaan. Ketika orang memotong rumput di halaman rumahnya sambil mengeluh, kita memilih untuk bersyukur bahwa kita bisa punya rumah yang ada halamanya. Ketika banyak orang mengeluhkan mahalnya harga BBM, kita memilih untuk bersyukur masih bisa memiliki kendaraan dan bisa membeli BBM. Itulah yang tertulis di dalam buku Your Best Life Now, tulisan Joel Osteen. Banyak hal yang bisa kita syukuri, tinggal dari sisi mana sudut pandang kita dan pilihan mana yang kita ambil. [HB]
“Berbeda itu menarik jika lebih baik.”

http://www.gkjw.web.id/berani-beda

Kamis, 16 April 2015

Niyat Sae

Waosan: Daniel 2: 31-49   |   Nyanyian: KPK 289: 3
Nats: “Pangandikané Sang Prabu, “Allahmu kuwi pinunjul dhéwé ing antarané para allah. Panjenengané kuwi ratuning para ratu, sing mbikak prekara-prekara winadi. ” (ay. 47)

Umumipun tiyang rumaos “wegah” ngaturaken dhateng tiyang sanes bab bilai utawi kasangsaran ingkang saged dumados karana tumindakipun ingkang awon. Raos “wegah” menika amargi rikuh/ sungkan utawi ajrih, langkung-langkung yen tiyang sanes menika langkung inggil drajat lan pangkatipun. Upanipun, warga/ anggota Majelis dhateng Pendhita. Utawi “wegah” amargi gregeten, “wis ben wae, ben dirasakne dhewe!”
Daniel wantun mbiwarakaken artosing impenipun Raja Ahasyweros, nadyan menika artos ingkang awon, bab ajuring negarinipun. Daniel wantun matur prasaja/ blaka karana aturipun menika kasurung niyat sae, boten kanthi niyat “nyokuraken” Sang Prabu ingkang badhe ngalami nasib awon. Nadyan bangsa Babel menika sampun ngejur lan nyangsarakaken bangsanipun Daniel, nanging Daniel boten kagungan niyat awon tumrap raja Babel menika.
Niyat saenipun menika kapitulungan dening Allah, temah panjenenganipun saged matur kanthi sae. Lan, aturipun saged katampi kanthi sae ugi dening Sang Prabu Ahasyweros. Sejatosipun gampil kemawon raja Babel menika dados duka lan matrapi pidana dhateng Daniel karana mbabaraken kabar buruk bab negarinipun. Nanging karana Gusti Allah mitulungi lan ngamping-ampingi Daniel ingkang kagungan niyat sae menika, pramila Ahasyweros malah ngandika lan ngakeni “Allahmu kuwi pinunjul dhéwé ing antarané para allah. Panjenengané kuwi ratuning para ratu, sing mbikak prekara-prekara winadi.”
Sumangga kita mbangun jiwa supados kita tansah nggadhahi niyat sae dhateng sedaya tiyang, sedaya ingkang kita aturaken lan kita tindakaken. Kita bucal niyat balas dendam, raos serik, niyat “nyokuraken” tiyang sanes ingkang badhe saged ngalami nasib awon karana kalepatanipun. Niyat sae mesthi binerkahan dening Gusti lan badhe ndhatengaken kasaenan tumrap gesang kita lan tiyang kathah. Kosokwangsulipun, niyat lan raos awon (nadyan kita boten matur lan tumindak menapa-menapa), saged nyengsarakaken manah kita lan gesangipun tiyang sanes. Mangga, tansah nggadhahi NIYAT SAE! [st]
“Allah mitulungi lan ngamping-ampingi niyat becik, temah dadi berkah.”
http://www.gkjw.web.id/niyat-sae