Pendahuluan
Ibadat adalah berhimpunnya warga untuk menghadap dan mewujudkan
persekutuannya dengan Tuhan. Tujuan ibadat adalah menumbuh-kembangkan
persekutuan orang percaya sehingga rencana karya TUHAN ALLAH makin berlaku dan
nyata di dunia, demi kemuliaan nama Allah Bapa, Yesus Kristus dan Roh Kudus.
Pranata GKJW tentang ibadat Bab IV pasal 9 menerangkan berbagai
macam ibadat yang dilaksanakan GKJW, salah satunya adalah ibadat Keluarga.
Penjelasannya adalah sebagai berikut :
1.
Ibadat yang dilaksanakan oleh masing-masing keluarga di rumah
masing-masing. Untuk ini Majelis supaya menyediakan tuntunannya.
2.
Ibadat yang dilaksanakan oleh beberapa keluarga secara bergilir
dan bersifat “patuwen”
3.
Ibadat yang dilaksanakan oleh beberapa keluarga di suatu tempat
yang tetap.
Pada sejarah perkembangannya Ibadat keluarga di GKJW adalah
ibadat yang berakar dan tumbuh dari “gerakan warga” yang tidak hanya berlatar
belakang iman-kepercayaan yang sama tetapi juga adanya ikatan persaudaraan dan
budaya Jawa yang kental di kalangan warga Jemaat. Bentuk awalnya persekutuan
ibadat ini sangat sederhana dimana secara bergiliran (ideran) dalam
setiap minggu (kamis) keluarga-keluarga kristen mengunjungi (tetuwi)
kepada salah satu keluarga di Jemaat. Mereka saling bertemu dan berbagi cerita
(kabar kinabaran) tentang segala sesuatu sebagai ungkapan rasa
kebersamaan, kepedulian dan solidaritas. Lambat laun bentuk persekutuan ini
kemudian menjadi bersifat formal Ibadat dan pengajaran, -bahkan bergeser
menjadi ibadat Minggu mini. [1]
Terlepas dari bentuknya yang sekarang ini, ibadat keluarga ini
telah menjadi urat nadi keberadaan GKJW yang memberi manfaat yang luar biasa
bagi dinamika pertumbuhan jemaat-jemaat di GKJW.[2] Bahkan boleh dikatakan Ibadat
keluarga (patuwen brayat) adalah trade mark GKJW.
Selain ibadat keluarga yang bersifat perkunjungan (Patuwen)
pada setiap “kemisan” , di masing-masing keluarga Kristen GKJW
(khususnya desa-desa Kristen) juga ada tradisi ibadat tutup hari (tutup dino)
di masing-masing keluarga. Mereka berkumpul pada malam hari untuk menyanyi,
berdoa, membaca Alkitab dan merenungkannya bersama. Diceritakan kesan
masyarakat non Kristen sekitarnya saat memasuki desa Kristen saat malam begitu
damai, dan sesekali terdengar kekidungan dari rumah-rumah warga yang sedang
beribadat. [3] Ibadat yang sarat dengan kesetiaan,
ketekunan dan kesederhanaan ini menjadi daya tarik tersendiri bagi lingkungan
sekitarnya yang kemudian bersimpatik. Sehingga melalui ibadat keluarga ini
terjalin bukan hanya persaudaraan bathin -keakraban antar warga Jemaat saja,
tetapi juga dengan warga masyarakat sekitarnya[4]
Maksud dan Tujuan
Pengakuan bahwa ibadat Keluarga adalah pilar kokoh bagi dinamika
kehidupan berjemaat mengajak kita untuk tidak hanya bertanggung jawab
memelihara kelestarian semangat dan bentuk persekutuan ibadat ini tetapi juga
mengupayakan bentuk (format) baru ibadat ini agar dapat lebih inovatif,
kreeatif dan menyenangkan untuk dilaksanakan oleh seluruh warga jemaat. [5]
Hal ini penting dilakukan sebab dengan perubahan sosial yang
terjadi saat ini,-dimana terjadi perubahan gaya hidup dan tata nilai di dalam
masyarakat, sangat berdampak serius terhadap kebersamaan keluarga-keluarga GKJW
yang notabene adalah penyokong dinamika kehidupan gereja.
Semangat persekutuan dan kepedulian yang tinggi terhadap sesama
(keluarga-keluarga) yang dibangun dengan ibadat keluarga ini tidak hanya dapat
menolong mereka bertahan menghadapi berbagai tantangan dan godaan dalam
kehidupan rumah tangga mereka saja tetapi juga dapat menumbuhkan semangat bela
rasa dan solidaritas terhadap sesama yang menderita.
Batasan penulisan
GKJW telah banyak melakukan langkah-langkah pembinaan terkait
dengan seriusnya tantangan dan godaan yang dihadapi keluarga-keluarga GKJW
dalam era modern ini. Mulai dari program SADAR, Pencanangan tema keluarga pada
PKP III dan IV, Tata ibadat (Keluarga), Buku Katekisasi Perkawinan, Teologi
Keluarga GKJW, buku panduan PA keluarga maupun penyediaan tuntunan PAH yang
semakin kreatif yang kesemuanya itu untuk menunjang pemahamaman, wawasan
panggilan keluarga GKJW di tengah-tengah masyarakat.
Terkait dengan berbagai hal yang telah diupayakan GKJW tersebut
pembahasan dalam tulisan ini lebih di tekankan kepada pembinaan spiritualitas
keluarga-keluarga GKJW melalui kegiatan Ibadat Keluarga Harian di rumah tangga
masing-masing dengan mempergunakan sarana-sarana yang telah diupayakan oleh
GKJW. Secara khusus yang akan diupayakan adalah menghidupkan kembali tradisi ibadat
Keluarga Harian dengan tuntunan Ibadat yang disediakan oleh Majelis Agung.
Dalam penjelasannya (MA) di dalam pranata tentang ibadat
Keluarga, adalah tugas Majelis Jemaat menyediakan tuntunan bagi Ibadat keluarga
ini. Secara kelembagaan, tuntunan yang diberikan MA kepada warga Jemaat sudah
ada yakni bahan-bahan pembinaan terbitan GKJW, tetapi dalam hal pelaksanaan
ibadat khususnya Tata Ibadat keluarga masih diberikan dalam kerangka model
ibadat keluarga yang bersifat perkunjungan (Patuwen brayat). Hal inilah
yang mendorong penulis untuk menyusun model Tuntunan ibadat Keluarga di GKJW
untuk menjawab kebutuhan akan tuntunan Ibadat Keluarga Harian yang dapat
dipergunakan oleh keluarga-keluarga di GKJW dalam setiap harinya. Tata ibadat
keluarga harian ini diharapkan sederhana namun secara liturgis-teologis dapat
dipertanggung-jawabkan dan kontekstual.
Bacaan dan renungkan dalam Ibadat keluarga harian dapat diambil
dari Daftar bacaan Alkitab Harian GKJW dan Pancaran Air Hidup yang telah
disusun dan diterbitkan MA. Untuk nyanyian-nyanyian yang bersifat tetap, kami
memilih dari antara Nyanyian-Nyanyian Kidung Jemaat, rohani populer yang
bernada meditative. Alasannya adalah bagi latar belakang spiritualitas Jawa
yang bersifat meditative. Untuk nyanyian-nyanyian yang lain yang tidak
tetap kita mempergunakan Kidung Jemaat dan Kidung Pasamuwan.
Pembahasan
Menyusun Tata Ibadat keluarga harian tidak jauh berbeda dengan
menyusun Tata ibadat pada umumnya yang berdasarkan prinsip-prinsip umum Tata
gereja khususnya pakem GKJW. [6] Tetapi tindakan sederhana ini tidak
hanya dimaksudkan semata menambah model-model Tata ibadat Keluarga semata,
lebih luas dari pada itu bagaimana menjemaatkan tradisi Ibadat Keluarga Harian
yang sebenarnya sudah ada di lingkup GKJW (meski itu dulu). Bahwa jika itu
mungkin diwujudkan tidak semata karena GKJW mengadopsi tradisi ibadat harian
gereja lain bahkan tradisi sembahyang umat lain, tetapi sungguh dilatar
belakangi sejarah dinamika persekutuan di GKJW sendiri serta perubahan cara
pandang terhadap konteks yang dihadapi.
Dengan demikian perlu kita juga mengupas sedikit tradisi doa
harian umat dan ibadat keluarga yang sudah ada dan sejarah perkembangannya,
makna teologisnya, susunan dan isi dan unsur-unsur dalam ibadat harian.
Diharapkan pemaparan ini dapat memperkaya kita di dalam memahami dan menyusun
Tata ibadat keluarga harian di GKJW.
1. Sejarah perkembangan ibadat harian Jemaat Kristiani
sampai abad pertengahan
Akar tradisi ibadat harian umat Kristen perdana tidak dapat
dilepaskan dari tradisi ibadat orang Yahudi. Di dalam kitab Daniel 6:11 dan
Mazmur 55:18 diceritakan secara tidak langsung mengenai kebiasaan menjalankan
ibadat pagi, siang dan sore. Daniel 9 : 21-22 dan Ezra 9:4-6 diceritakan bahwa
ada kaitannya juga dengan korban petang.
Doa yang selalu dan wajib diucapkan setiap pagi dan sore adalah
shema yisrael (ul 6:4-7).
Yesus setia menjalankan ibadat tiga waktu ibrani ini. Seperti
yang diceritakan Mark 1:35, 6:46. kehidupan Yesus sungguh merupakan ungkapan
pujian demi kemuliaan Allah di surga. (Yoh 17:4). Keempat Injil di berbagai
kesempatan menunjukkan Yesus sebagai pendoa yang mengajar para muridnya supaya
tiada henti-hentinya berdoa (Luk 18:1). Para murid melanjutkan pesan ini kepada
gereja perdana dengan bersama melaksanakannya menurut waktu doa dan korban
bangsa Yahudi.
Sejak awal abad II telah ada kesaksian-kesaksian tentang waktu
doa yakni : pagi, siang dan sore. Tertulianus menyebutnya : “Orationes
legitimate” artinya : waktu doa yang sah tertulis menurut kebiasaan.
Menurut Hippolitus dari Roma : para diakon dan imam harus berhimpun setiap pagi
di suatu tempat menurut ketetapan uskup untuk merayakan ibadat sabda
(pengajaran dan doa) bersama jemaat. Untuk ibadat sore, terutama upacara
penyaaan lampu (lucernarium) menurut adat kebiasaan Ibrani, Yunani dan
Romawi, dilaksaknakan juga bersama-sama. Konstitusi apostolic dari abad IV
telah memperlihatkan suatu struktur yang ibadat sore.
Pada abad III dan IV berkembanglah jam ibadat menjadi lima waktu
yakni : Laudes, Tertia, Sexta, Nona, Vesperae.
Dalam abad IV sudah merupakan kebiasaan umum baik di barat
maupun Timur bahwa ibadat pagi dan sore dilaksanakan di dalam gereja secara
bersama-sama baik awam maupun klerus. Waktu Primamerupakan tambahan
dari Casianus (380) dan waktu Completorium berasal dari
Basilius. Dua waktu tambahan ini lebih terbatas dilaksanakan oleh biara. Benedictus
(543) sangat berjasa menyususn secara lengkap dengan rumusan-rumusan doa,
sehingga struktur ibadat harian Romawi mendapat coraknya sendiri menjadi:Matutinum-Laudes-Prima-Tertia-Sexta-Nona-Vesperae-Completorium.
Pada abad pertengahan terbitlah Brevarium yakni
buku yang berisi daftar ringkasan dan petunjuk serta komentar singkat yang
menjelaskan teks-teks yang terdapat dalam ibadat Harian yang dipakai pada
ibadat harian, sebab waktu itu banyak buku ibadat Harian yang dipakai pada
perayaan bersama. Pada abad XI semua buku itu disatukan dengan nama : Tabelaria dan
dimaksudkan bagi mereka yang berada dalam perjalanan demi pemakaian praktis.
2. Makna teologis
Ibadat Harian mengungkapkan pengudusan hari; dalam arti bahwa
waktu ke waktu kita menghayati kesatuan dengan Allah. Dengan demikian sekaligus
menunjukkan bahwa sepanjang tahun liturgi karya penebusan berlangsung saat demi
saat, dari matahari terbit sampai terbenam dan terbit lagi.
3. Struktur / susunan Ibadat
Harian
Ibadat harian terdiri dari :
1.
Pembukaan Ibadat Harian (invitatorium)
2.
Ibadat bacaan (Officium Lectionis)
3.
Ibadat pagi (Laudes)
4.
Ibadat siang /pukul 09.00, 12.00, 15.00 (Hora Media)
5.
Ibadat sore (Vesperae)
6.
Ibadat Penutup (Completarium)
4. Unsur-unsur Ibadat Harian
1.
1.
Mazmur-Mazmur
2.
Kidung PL atau PB
3.
Bacaan-bacaan
4.
Madah dan lagu singkat
5.
D oa-doa :
1.
i. Doa permohonan
2.
ii. Doa Bapa kami
3.
iii. Doa penutup
4.
iv. Hening
5. Ibadat keluarga Yahudi dan Perkembangannya
di Jemaat Kristen
Pada zaman Yesus ,ada tiga pusat ibadat orang Yahudi yaitu Bait
suci di Yerusalem, sinagoge dan rumah. Setiap tempat ini telah mempengaruhi
tata kehidupan Kristen. Tetapi dalam rangka pembahasan ini, kita memaparkan
tradisi ibadat di rumah tangga Yahudi.
Orang-orang Kristen perdana melanjutkan tradisi ibadat Yahudi di
Bait suci dan sinagoge, tetapi upacara perjamuan bermula dari penghidangan
makanan kudus di rumah. Menurut ajaran dan sistem Yudaisme, rumah atau
kehidupan rumah itu juga dianggap sebagai pusat ibadat. Orang tua mempunyai
tugas untuk memberi pengajaran kepada anak-anak mereka di rumah.
Dalam kehidupan rumah tangga, roti dirayakan dengan berekhah.
upacara-upacara pemberian berkat atas makanan dan anggur. Telah cukup lama
upacara di rumah ini menjadi pusat yang penting dalam kegiatan ibadat yang juga
dilakukan oleh Yesus dan pengikut-pengikutNya : orang-orang Kristen perdana. Berekhahadalah
salah satu dari berkat-berkat terpenting dalam Yudaisme. Berekhah ini
adalah “sebuah ekspresi kuno suasana doa bangsa Yahudi yang berasal dari Tata
Bait Suci. Berekhah mempertegas idaman orang Yahudi tentang
pengedepanan karya dan pengkudusan segala sesuatu dari setiap tindakan Allah
dengan ucapan syukur..berekhah adalah “korban puji-pujian” orang
Yahudi yang mengkuduskan setiap tindakan dalam hidup setiap hari. Pada masa
Yesus, tindakan pengudusan seluruh hidup tidak hanya di bait suci, tetapi juga
dinyatakan pada saat menyantap makanan yang biasa di rumah pada hari sabat atau
perayaan-perayaan lainnya.
Mengenai makanan sabat, kepala rumah tangga mengambil roti,
mengucapkan berekhah, setelah itu roti dipecah-pecahkan. Berekhah
mulai dengan kata-kata sebagai berikut :”diberkatilah Engkau ya Tuhan Allah
kami, Raja alam semesta … Pemecahan roti itu belum termasuk makan, tetapi
merupakan upacara yang dianggap bagian dari doanya. Selama makan roti tersebut,
dua cangkir atau cawan anggur diisi. Setelah berdoa, barulah seluruh keluarga
makan bersama. Setelah selesai makan, kepala keluarga mengisi cawan yang ketiga
dan mengucapkan berkat yang lain. Itulah yang merupakan doa sesudah makan.
Yesus Kristus mengetahu pola ini pada waktu Perjamuan malam terkhir. Yesus
hanya menggantikan kata-kata berkat Yahudi yang biasa dengan kata-kata sendiri.
Rasul Paulus kemudian memindahkan acara makan bersama-sama ke
permulaan ibadat Jemaat Kristen dan non Kristen makan dulu, sesudahnya orang
yang belum Kristen pergi, barulah perjamuan kudus dimulai. Berikutnya
memecahkan roti, berdoa. Berekhah dan memberkati piala anggur,
dijadikan doa syukur agung dan Perjamuan kudus oleh gereja (Katolik).
6. Menuju Ibadat Keluarga Harian GKJW
Ibadat Keluarga kristiani di rumah tangga amatlah penting. Sebab
rumah atau kehidupan rumah tangga itu juga dapat dianggap sebagai pusat ibadat.
Ibadat keluarga harian memperoleh dasar teologis yang kuat baik dalam tradisi
ibadat harian keluarga-keluarga Yahudi, maupun dalam kehidupan kekristenan
mula-mula (gereja perdana). Dalam ibadat keluarga setiap orang tua mempunyai
tugas untuk memberikan pengajaran dan teladan kepada anak-anak mereka di rumah.
Dalam usaha menjemaatkan ibadat keluarga harian kita menghadapi
berbagai tantangan dan masalah yang muncul satu sesudah yang lain.
Tantangan-tantangan itu harus dihadapi agar dicari dan ditemukan jalan keluar
dari kesulitan-kesulitan itu, bukan lari dari kesulitan yang menghadang.
Berikut ini beberapa masalah yang mungin dialami :
1.
Pandangan jemaat yang diwariskan dari generasi ke generasi
ratusan tahun tentang ibadat keluarga harian atau ibadat harian adalah tradisi
Yahudi dan umat Katolik saja dan GKJW punya bentuk lain yang tidak perlu meniru
atau ikut-ikutan.
2.
Sejak dulu tidak ada Tata ibadat dari GKJW tentang ibadat
Keluarga yang sifatnya harian. Diserahkan saja pada masing-masing keluarga,
sebab mereka mempunyai kebiasaan dan kekhasan sendiri-sendiri. Membuatnya hanya
mempersulit dan membebani mereka.
3.
Jemaat hidup dalam dunia yang penuh macam-macam kegiatan, ibadat
keluarga harian hanyalah pemborosan waktu.
4.
Tata ibadat dan bacaan Alkitab harian kadang-kadang tidak sesuai
dengan situasi bathin kita dan keluarga.
5.
Masing-masing keluarga tidak diperlengkapi dengan sarana-sarana
ibadah yang memadai. Misalnya : kepemilikan Alkitab setiap anggota keluarga,
kidung Pujian dan buku renungan harian atau buku-buku doa penunjang.
6.
Keluarga tidak memilki kebiasaan membaca lebih-lebih bacaan
rohani dan menyanyi.
7.
Para pendeta atau anggota majelis yang lain saja kadang tidak
melakukannya. Apa tidak justru nantinya hidup dalam kemunafikan?
Bagaimana Ibadat keluarga harian ini dapat diwujudkan dalam
keluarga Kristen saat ini dengan segala persoalan dan kesibukan masing-masing ?
Hal ini memang tidak mudah, namun bukan berarti tidak mungkin dilakukan asalkan
ada komitmen yang sungguh-sungguh dari seluruh anggota keluarga. Pemahaman
tentang arti keluarga dan kesadaran Allah adalah pusat dari hidup keluarga
orang percaya menentukan kesungguhan untuk dilaksanakannya ibadat keluarga
harian ini. intinya adalah bahwa setiap keluarga berhak menuntut kabar Baik
dari Injil itu sebagai milik dan menjadi bagian hidupnya.
Demikian pengantar kami dan selamat beribadat bagi Dia yang
telah menciptakan dunia dan segala isinya dan menyelamatkan kita, dan sedang
berkarya untuk mendamaikan seluruh dunia dengan Diri-Nya. Baginyalah kemuliaan
selama-lamanya.
[1]Ed.
Pdt. Sumardiyono, 80 tahun, GKJW Jemat Malang, Panitia HUT ke-80 GKJW
Jemaat Malang, 2003, p.79
[2] Sumardiyono, 80 Tahun GKJW
Jemaat Malang, Panitia HUT ke-80 GKJW Jemaat Malang, 2003, p. 107
[3]Ed. Pdt. Sumardiyono, 80 tahun, GKJW Jemat
Malang, Panitia HUT ke-80 GKJW Jemaat Malang, 2003, p.77
[4] Ibid. p. 109
[5] Tata Ibadat GKJW, MA GKJW, cet 2,
tahun 2001, p. 51 Pemberkatan perkawinan
[6] Pakem GKJW formulasi liturgina nya
mengacu kepada perikop Panggilan Yesaya (Yes 6) –lebih lanjut simak penjelasan
Pdt. Didik Prasetyoadi M dalam pengantar Tata Ibadat GKJW
Oleh
Patria Yusak (Pernah menjadi vicar di GKJW Malang tulisan dimuat di
gkjw.web.id)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar