Sabtu, 23 Februari 2013

Ibadat Keluarga Harian GKJW


Pendahuluan
Ibadat adalah berhimpunnya warga untuk menghadap dan mewujudkan persekutuannya dengan Tuhan. Tujuan ibadat adalah menumbuh-kembangkan persekutuan orang percaya sehingga rencana karya TUHAN ALLAH makin berlaku dan nyata di dunia, demi kemuliaan nama Allah Bapa, Yesus Kristus dan Roh Kudus.
Pranata GKJW tentang ibadat Bab IV pasal 9 menerangkan berbagai macam ibadat yang dilaksanakan GKJW, salah satunya adalah ibadat Keluarga. Penjelasannya adalah sebagai berikut :
1.    Ibadat yang dilaksanakan oleh masing-masing keluarga di rumah masing-masing. Untuk ini Majelis supaya menyediakan tuntunannya.
2.    Ibadat yang dilaksanakan oleh beberapa keluarga secara bergilir dan bersifat “patuwen
3.    Ibadat yang dilaksanakan oleh beberapa keluarga di suatu tempat yang tetap.
Pada sejarah perkembangannya Ibadat keluarga di GKJW adalah ibadat yang berakar dan tumbuh dari “gerakan warga” yang tidak hanya berlatar belakang iman-kepercayaan yang sama tetapi juga adanya ikatan persaudaraan dan budaya Jawa yang kental di kalangan warga Jemaat. Bentuk awalnya persekutuan ibadat ini sangat sederhana dimana secara bergiliran (ideran) dalam setiap minggu (kamis) keluarga-keluarga kristen mengunjungi (tetuwi) kepada salah satu keluarga di Jemaat. Mereka saling bertemu dan berbagi cerita (kabar kinabaran) tentang segala sesuatu sebagai ungkapan rasa kebersamaan, kepedulian dan solidaritas. Lambat laun bentuk persekutuan ini kemudian menjadi bersifat formal Ibadat dan pengajaran, -bahkan bergeser menjadi ibadat Minggu mini. [1]
Terlepas dari bentuknya yang sekarang ini, ibadat keluarga ini telah menjadi urat nadi keberadaan GKJW yang memberi manfaat yang luar biasa bagi dinamika pertumbuhan jemaat-jemaat di GKJW.[2] Bahkan boleh dikatakan Ibadat keluarga (patuwen brayat) adalah trade mark GKJW.
Selain ibadat keluarga yang bersifat perkunjungan (Patuwen) pada setiap “kemisan” , di masing-masing keluarga Kristen GKJW (khususnya desa-desa Kristen) juga ada tradisi ibadat tutup hari (tutup dino) di masing-masing keluarga. Mereka berkumpul pada malam hari untuk menyanyi, berdoa, membaca Alkitab dan merenungkannya bersama. Diceritakan kesan masyarakat non Kristen sekitarnya saat memasuki desa Kristen saat malam begitu damai, dan sesekali terdengar kekidungan dari rumah-rumah warga yang sedang beribadat. [3] Ibadat yang sarat dengan kesetiaan, ketekunan dan kesederhanaan ini menjadi daya tarik tersendiri bagi lingkungan sekitarnya yang kemudian bersimpatik. Sehingga melalui ibadat keluarga ini terjalin bukan hanya persaudaraan bathin -keakraban antar warga Jemaat saja, tetapi juga dengan warga masyarakat sekitarnya[4]
Maksud dan Tujuan
Pengakuan bahwa ibadat Keluarga adalah pilar kokoh bagi dinamika kehidupan berjemaat mengajak kita untuk tidak hanya bertanggung jawab memelihara kelestarian semangat dan bentuk persekutuan ibadat ini tetapi juga mengupayakan bentuk (format) baru ibadat ini agar dapat lebih inovatif, kreeatif dan menyenangkan untuk dilaksanakan oleh seluruh warga jemaat. [5]
Hal ini penting dilakukan sebab dengan perubahan sosial yang terjadi saat ini,-dimana terjadi perubahan gaya hidup dan tata nilai di dalam masyarakat, sangat berdampak serius terhadap kebersamaan keluarga-keluarga GKJW yang notabene adalah penyokong dinamika kehidupan gereja. Semangat persekutuan dan kepedulian yang tinggi terhadap sesama (keluarga-keluarga) yang dibangun dengan ibadat keluarga ini tidak hanya dapat menolong mereka bertahan menghadapi berbagai tantangan dan godaan  dalam kehidupan rumah tangga mereka saja tetapi juga dapat menumbuhkan semangat bela rasa dan solidaritas terhadap sesama yang menderita.
Batasan penulisan
GKJW telah banyak melakukan langkah-langkah pembinaan terkait dengan seriusnya tantangan dan godaan yang dihadapi keluarga-keluarga GKJW dalam era modern ini. Mulai dari program SADAR, Pencanangan tema keluarga pada PKP III dan IV, Tata ibadat (Keluarga), Buku Katekisasi Perkawinan, Teologi Keluarga GKJW, buku panduan PA keluarga maupun penyediaan tuntunan PAH yang semakin kreatif yang kesemuanya itu untuk menunjang pemahamaman, wawasan panggilan keluarga GKJW di tengah-tengah masyarakat.
Terkait dengan berbagai hal yang telah diupayakan GKJW tersebut pembahasan dalam tulisan ini lebih di tekankan kepada pembinaan spiritualitas keluarga-keluarga GKJW melalui kegiatan Ibadat Keluarga Harian di rumah tangga masing-masing dengan mempergunakan sarana-sarana yang telah diupayakan oleh GKJW. Secara khusus yang akan diupayakan adalah menghidupkan kembali tradisi ibadat Keluarga Harian dengan tuntunan Ibadat yang disediakan oleh Majelis Agung.
Dalam penjelasannya (MA) di dalam pranata tentang ibadat Keluarga, adalah tugas Majelis Jemaat menyediakan tuntunan bagi Ibadat keluarga ini. Secara kelembagaan, tuntunan yang diberikan MA kepada warga Jemaat sudah ada yakni bahan-bahan pembinaan terbitan GKJW, tetapi dalam hal pelaksanaan ibadat khususnya Tata Ibadat keluarga masih diberikan dalam kerangka model ibadat keluarga yang bersifat perkunjungan (Patuwen brayat). Hal inilah yang mendorong penulis untuk menyusun model Tuntunan ibadat Keluarga di GKJW untuk menjawab kebutuhan akan tuntunan Ibadat Keluarga Harian yang dapat dipergunakan oleh keluarga-keluarga di GKJW dalam setiap harinya. Tata ibadat keluarga harian ini diharapkan sederhana namun secara liturgis-teologis dapat dipertanggung-jawabkan dan kontekstual.
Bacaan dan renungkan dalam Ibadat keluarga harian dapat diambil dari Daftar bacaan Alkitab Harian GKJW dan Pancaran Air Hidup yang telah disusun dan diterbitkan MA. Untuk nyanyian-nyanyian yang bersifat tetap, kami memilih dari antara Nyanyian-Nyanyian Kidung Jemaat, rohani populer yang bernada meditative. Alasannya adalah bagi latar belakang spiritualitas Jawa yang  bersifat meditative. Untuk nyanyian-nyanyian yang lain yang tidak tetap kita mempergunakan Kidung Jemaat dan Kidung Pasamuwan.
Pembahasan
Menyusun Tata Ibadat keluarga harian tidak jauh berbeda dengan menyusun Tata ibadat pada umumnya yang berdasarkan prinsip-prinsip umum Tata gereja khususnya pakem GKJW. [6] Tetapi tindakan sederhana ini tidak hanya dimaksudkan semata menambah model-model Tata ibadat Keluarga semata, lebih luas dari pada itu bagaimana menjemaatkan tradisi Ibadat Keluarga Harian yang sebenarnya sudah ada di lingkup GKJW (meski itu dulu). Bahwa jika itu mungkin diwujudkan tidak semata karena GKJW mengadopsi tradisi ibadat harian gereja lain bahkan tradisi sembahyang umat lain, tetapi sungguh dilatar belakangi sejarah dinamika persekutuan di GKJW sendiri serta perubahan cara pandang terhadap konteks yang dihadapi.
Dengan demikian perlu kita juga mengupas sedikit tradisi doa harian umat dan ibadat keluarga yang sudah ada dan sejarah perkembangannya, makna teologisnya, susunan dan isi dan unsur-unsur dalam ibadat harian. Diharapkan pemaparan ini dapat memperkaya kita di dalam memahami dan menyusun Tata ibadat keluarga harian di GKJW.
1. Sejarah perkembangan ibadat harian Jemaat Kristiani sampai abad pertengahan
Akar tradisi ibadat harian umat Kristen perdana tidak dapat dilepaskan dari tradisi ibadat orang Yahudi. Di dalam kitab Daniel 6:11 dan Mazmur 55:18 diceritakan secara tidak langsung mengenai kebiasaan menjalankan ibadat pagi, siang dan sore. Daniel 9 : 21-22 dan Ezra 9:4-6 diceritakan bahwa ada kaitannya juga dengan korban petang.
Doa yang selalu dan wajib diucapkan setiap pagi dan sore adalah shema yisrael (ul 6:4-7).
Yesus setia menjalankan ibadat tiga waktu ibrani ini. Seperti yang diceritakan Mark 1:35, 6:46. kehidupan Yesus sungguh merupakan ungkapan pujian demi kemuliaan Allah di surga. (Yoh 17:4). Keempat Injil di berbagai kesempatan menunjukkan Yesus sebagai pendoa yang mengajar para muridnya supaya tiada henti-hentinya berdoa (Luk 18:1). Para murid melanjutkan pesan ini kepada gereja perdana dengan bersama melaksanakannya menurut waktu doa dan korban bangsa Yahudi.
Sejak awal abad II telah ada kesaksian-kesaksian tentang waktu doa yakni : pagi, siang dan sore. Tertulianus menyebutnya : “Orationes legitimate” artinya : waktu doa yang sah tertulis menurut kebiasaan. Menurut Hippolitus dari Roma : para diakon dan imam harus berhimpun setiap pagi di suatu tempat menurut ketetapan uskup untuk merayakan ibadat sabda (pengajaran dan doa) bersama jemaat. Untuk ibadat sore, terutama upacara penyaaan lampu (lucernarium) menurut adat kebiasaan Ibrani, Yunani dan Romawi, dilaksaknakan juga bersama-sama. Konstitusi apostolic dari abad IV telah memperlihatkan suatu struktur yang ibadat sore.
Pada abad III dan IV berkembanglah jam ibadat menjadi lima waktu yakni : Laudes, Tertia, Sexta, Nona, Vesperae.
Dalam abad IV sudah merupakan kebiasaan umum baik di barat maupun Timur bahwa ibadat pagi dan sore dilaksanakan di dalam gereja secara bersama-sama baik awam maupun klerus. Waktu Primamerupakan tambahan dari Casianus (380) dan waktu Completorium berasal dari Basilius. Dua waktu tambahan ini lebih terbatas dilaksanakan oleh biara. Benedictus (543) sangat berjasa menyususn secara lengkap dengan rumusan-rumusan doa, sehingga struktur ibadat harian Romawi mendapat coraknya sendiri menjadi:Matutinum-Laudes-Prima-Tertia-Sexta-Nona-Vesperae-Completorium.
Pada abad pertengahan terbitlah Brevarium yakni buku yang berisi daftar ringkasan dan petunjuk serta komentar singkat yang menjelaskan teks-teks yang terdapat dalam ibadat Harian yang dipakai pada ibadat harian, sebab waktu itu banyak buku ibadat Harian yang dipakai pada perayaan bersama. Pada abad XI semua buku itu disatukan dengan nama : Tabelaria dan dimaksudkan bagi mereka yang berada dalam perjalanan demi pemakaian praktis.
2.    Makna teologis
Ibadat Harian mengungkapkan pengudusan hari; dalam arti bahwa waktu ke waktu kita menghayati kesatuan dengan Allah. Dengan demikian sekaligus menunjukkan bahwa sepanjang tahun liturgi karya penebusan berlangsung saat demi saat, dari matahari terbit sampai terbenam dan terbit lagi.
3.    Struktur / susunan  Ibadat Harian
Ibadat harian terdiri dari :
1.    Pembukaan Ibadat Harian (invitatorium)
2.    Ibadat bacaan (Officium Lectionis)
3.    Ibadat pagi (Laudes)
4.    Ibadat siang /pukul 09.00, 12.00, 15.00 (Hora Media)
5.    Ibadat sore (Vesperae)
6.    Ibadat Penutup (Completarium)
4. Unsur-unsur Ibadat Harian
1.     
1.    Mazmur-Mazmur
2.    Kidung PL atau PB
3.    Bacaan-bacaan
4.    Madah dan lagu singkat
5.    D oa-doa :
1.    i.      Doa permohonan
2.    ii.      Doa Bapa kami
3.    iii.      Doa penutup
4.    iv.      Hening
5.    Ibadat keluarga Yahudi dan Perkembangannya di Jemaat Kristen
Pada zaman Yesus ,ada tiga pusat ibadat orang Yahudi yaitu Bait suci di Yerusalem, sinagoge dan rumah. Setiap tempat ini telah mempengaruhi tata kehidupan Kristen. Tetapi dalam rangka pembahasan ini, kita memaparkan tradisi ibadat di rumah tangga Yahudi.
Orang-orang Kristen perdana melanjutkan tradisi ibadat Yahudi di Bait suci dan sinagoge, tetapi upacara perjamuan bermula dari penghidangan makanan kudus di rumah. Menurut ajaran dan sistem Yudaisme, rumah atau kehidupan rumah itu juga dianggap sebagai pusat ibadat. Orang tua mempunyai tugas untuk memberi pengajaran kepada anak-anak mereka di rumah.
Dalam kehidupan rumah tangga, roti dirayakan dengan berekhah. upacara-upacara pemberian berkat atas makanan dan anggur. Telah cukup lama upacara di rumah ini menjadi pusat yang penting dalam kegiatan ibadat yang juga dilakukan oleh Yesus dan pengikut-pengikutNya : orang-orang Kristen perdana. Berekhahadalah salah satu dari berkat-berkat terpenting dalam Yudaisme. Berekhah ini adalah “sebuah ekspresi kuno suasana doa bangsa Yahudi yang berasal dari Tata Bait Suci. Berekhah mempertegas idaman orang Yahudi tentang pengedepanan karya dan pengkudusan segala sesuatu dari setiap tindakan Allah dengan ucapan syukur..berekhah adalah “korban puji-pujian” orang Yahudi yang mengkuduskan setiap tindakan dalam hidup setiap hari. Pada masa Yesus, tindakan pengudusan seluruh hidup tidak hanya di bait suci, tetapi juga dinyatakan pada saat menyantap makanan yang biasa di rumah pada hari sabat atau perayaan-perayaan lainnya.
Mengenai makanan sabat, kepala rumah tangga mengambil roti, mengucapkan berekhah, setelah itu roti dipecah-pecahkan. Berekhah mulai dengan kata-kata sebagai berikut :”diberkatilah Engkau ya Tuhan Allah kami, Raja alam semesta … Pemecahan roti itu belum termasuk makan, tetapi merupakan upacara yang dianggap bagian dari doanya. Selama makan roti tersebut, dua cangkir atau cawan anggur diisi. Setelah berdoa, barulah seluruh keluarga makan bersama. Setelah selesai makan, kepala keluarga mengisi cawan yang ketiga dan mengucapkan berkat yang lain. Itulah yang merupakan doa sesudah makan. Yesus Kristus mengetahu pola ini pada waktu Perjamuan malam terkhir. Yesus hanya menggantikan kata-kata berkat Yahudi yang biasa dengan kata-kata sendiri.
Rasul Paulus kemudian memindahkan acara makan bersama-sama ke permulaan ibadat Jemaat Kristen dan non Kristen makan dulu, sesudahnya orang yang belum Kristen pergi, barulah perjamuan kudus dimulai. Berikutnya memecahkan roti, berdoa. Berekhah dan memberkati piala anggur, dijadikan doa syukur agung dan Perjamuan kudus oleh gereja (Katolik).
6. Menuju Ibadat Keluarga Harian GKJW
Ibadat Keluarga kristiani di rumah tangga amatlah penting. Sebab rumah atau kehidupan rumah tangga itu juga dapat dianggap sebagai pusat ibadat. Ibadat keluarga harian memperoleh dasar teologis yang kuat baik dalam tradisi ibadat harian keluarga-keluarga Yahudi, maupun dalam kehidupan kekristenan mula-mula (gereja perdana). Dalam ibadat keluarga setiap orang tua mempunyai tugas untuk memberikan pengajaran dan teladan kepada anak-anak mereka di rumah.
Dalam usaha menjemaatkan ibadat keluarga harian kita menghadapi berbagai tantangan dan masalah yang muncul satu sesudah yang lain. Tantangan-tantangan itu harus dihadapi agar dicari dan ditemukan jalan keluar dari kesulitan-kesulitan itu, bukan lari dari kesulitan yang menghadang. Berikut ini beberapa masalah yang mungin dialami :
1.    Pandangan jemaat yang diwariskan dari generasi ke generasi ratusan tahun tentang ibadat keluarga harian atau ibadat harian adalah tradisi Yahudi dan umat Katolik saja dan GKJW punya bentuk lain yang tidak perlu meniru atau ikut-ikutan.
2.    Sejak dulu tidak ada Tata ibadat dari GKJW tentang ibadat Keluarga yang sifatnya harian. Diserahkan saja pada masing-masing keluarga, sebab mereka mempunyai kebiasaan dan kekhasan sendiri-sendiri. Membuatnya hanya mempersulit dan membebani mereka.
3.    Jemaat hidup dalam dunia yang penuh macam-macam kegiatan, ibadat keluarga harian hanyalah pemborosan waktu.
4.    Tata ibadat dan bacaan Alkitab harian kadang-kadang tidak sesuai dengan situasi bathin kita dan keluarga.
5.    Masing-masing keluarga tidak diperlengkapi dengan sarana-sarana ibadah yang memadai. Misalnya : kepemilikan Alkitab setiap anggota keluarga, kidung Pujian dan buku renungan harian atau buku-buku doa penunjang.
6.    Keluarga tidak memilki kebiasaan membaca lebih-lebih bacaan rohani dan menyanyi.
7.    Para pendeta atau anggota majelis yang lain saja kadang tidak melakukannya. Apa tidak justru nantinya hidup dalam kemunafikan?
Bagaimana Ibadat keluarga harian ini dapat diwujudkan dalam keluarga Kristen saat ini dengan segala persoalan dan kesibukan masing-masing ? Hal ini memang tidak mudah, namun bukan berarti tidak mungkin dilakukan asalkan ada komitmen yang sungguh-sungguh dari seluruh anggota keluarga. Pemahaman tentang arti keluarga dan kesadaran Allah adalah pusat dari hidup keluarga orang percaya menentukan kesungguhan untuk dilaksanakannya ibadat keluarga harian ini. intinya adalah bahwa setiap keluarga berhak menuntut kabar Baik dari Injil itu sebagai milik dan menjadi bagian hidupnya.
Demikian pengantar kami dan selamat beribadat bagi Dia yang telah menciptakan dunia dan segala isinya dan menyelamatkan kita, dan sedang berkarya untuk mendamaikan seluruh dunia dengan Diri-Nya. Baginyalah kemuliaan selama-lamanya.


[1]Ed. Pdt. Sumardiyono, 80 tahun, GKJW Jemat Malang,  Panitia HUT ke-80 GKJW Jemaat Malang,  2003, p.79
[2] Sumardiyono, 80 Tahun GKJW Jemaat  Malang, Panitia HUT ke-80 GKJW Jemaat Malang, 2003, p. 107
[3]Ed. Pdt. Sumardiyono, 80 tahun, GKJW Jemat Malang,  Panitia HUT ke-80 GKJW Jemaat Malang,  2003, p.77
[4] Ibid. p. 109
[5] Tata Ibadat GKJW, MA GKJW, cet 2, tahun 2001, p. 51 Pemberkatan perkawinan
[6] Pakem GKJW formulasi liturgina nya mengacu kepada perikop Panggilan Yesaya (Yes 6) –lebih lanjut simak penjelasan Pdt. Didik Prasetyoadi M dalam pengantar Tata Ibadat GKJW

Oleh Patria Yusak (Pernah menjadi vicar di GKJW Malang tulisan dimuat di gkjw.web.id)





Tidak ada komentar:

Posting Komentar