Syarat apa
yang harus dipenuhi seseorang agar cocok bekerja atau melayani di Gereja?
Adakah sifat-sifat khusus yang disyaratkan bagi para pelayan Gereja? Mungkin
sulit menetapkan suatu persyaratan yang menghasilkan kerja yang selalu baik di
dalam Gereja. Beberapa orang bekerja lebih baik daripada yang lain karena
mereka mempunyai naluri khusus untuk itu. Yang lain lebih baik
karena mendapat pelatihanyang
lebih baik, sementara lainnya lagi disebabkan pengalaman yang lebih atau memang mempunyai sifat unggul dalam pergaulan umum. Sebenarnya tidak
ada kekhususan dalam keahlian, pendidikan atau mutu seseorang yang bisa
dijadikan syarat untuk semua pelayan di Gereja.1*)
Apa tujuannya membicarakan peran seseorang di dalam
mengelola gereja? Bukankah mengelola organisasi gereja lebih sulit dibandingkan
mengelola organisasi lain? Gereja bukanlah sekelompok orang dengan latar
belakang kehidupan yang sama. Anggota gereja memiliki banyak perbedaan,
misalnya dalam status sosial, latar belakang budaya, kegemaran, pendidikan,
ketrampilan serta minat. Bagaimana gereja dapat menjadi organisasi yang baik
sementara anggotanya mempunyai begitu banyak perbedaan? Memang, Gereja adalah
kelompok orang yang memiliki kepercayaan yang sama, Allah yang sama dan harapan
yang sama. Namun, apakah itu sudah cukup? Untuk menjadi organisasi yang baik,
gereja tidak cukup hanya mendasarkan diri pada persamaan kepercayaan saja. Definisi atau batasan gereja semestinya bukan hanya
sekelompok orang dengan kepercayaan yang sama tetapi sekelompok orang dengan
perbuatan yang sama. Bila
anggota gereja memiliki perbuatan yang sama, maka tentunya ada beberapa prinsip
atau syarat pokok yang menjadikan setiap anggota gereja bekerja secara baik
Untuk berhasil di dalam pelayanan ini, seseorang
harus “cerdik seperti ular dan tulus seperti merpati”. Selain itu, demi
kedalaman penghayatan atas arti dan tujuan bergereja maka seorang pelayan
gereja patut memiliki keterikatan kristiani, pengalaman bergereja, serta
kemampuan bekerja dengan orang lain. Pelayan tersebut harus memiliki kemampuan
bekerjasama yang tangguh, tidak berjalan sendiri, karena ada segi yang bukan
manusiawi di dalam mengelola gereja. Dalam hal ini kepemimpinan melalui wahyu, kesetiaan dan ketaatan amatlah penting, walaupun unsur manajemen umum seperti perencanaan, anggaran, dan
pengorganisasian lainnya tetap harus dilaksanakan.
Daftar syarat personalia yang dibutuhkan untuk
pelayanan ini haruslah mencakup hal sebagai berikut: etika, ketergantungan satu
sama lain, ketulusan, kesabaran, kejujuran, kesungguhan, kemampuan menjelaskan
serta kecerdikan. Pelayan gereja patutlah mencintai tugasnya dan memiliki rasa
humor yang sehat. 2*)
Dasar selanjutnya untuk pelayan di gereja adalah
Pendidikan dan Pengalaman mengelola organisasi gereja. Kecenderungan umum di
berbagai organisasi, para anggotanya harus dididik semakin hari semakin baik.
Banyak orang setuju bahwa pendidikan formal Universitas mutlak dibutuhkan untuk
personalia organisasi. Dalam hal ini pendidikan pelayan gereja haruslah berkait
dengan bidang tugasnya. Contohnya, seorang pendeta diharapkan menjadi pelayan
yang baik di gereja bukan dalam arti hanya di persekutuan dan organisasinya
saja melainkan juga dalam hubungannya dengan pemerintah dan lembaga-lembaga
lain. Sementara itu perlu
ditekankan bahwa tidak ada seorangpun dapat dikembangkan kemampuan-baiknya
sebagai pelayan gereja, kecuali melalui dirinya sendiri dalam pengalamannya
bergereja. Pengembangan diri berarti, terus membaca, mendengar,
melakukan tugas, tukar pendapat, menambah pengetahuan lain yang menunjang
pelaksanaan panggilan Tuhan.
Dasar terakhir untuk tugas ini adalah etika kerja
pelayan gereja. Paling tidak ada dua etika kerja yang melahirkan dua motivasi
kerja yang berbeda. Yang pertama adalah etika kerja sebagai PEGAWAI atau
KARYAWAN. Di sini tugas dilaksanakan dengan harapan mendapatkan penghargaan
yang setimpal, baik dalam bentuk materi, kekuasaan, fasilitas, penghormatan,
sanjungan atau yang lain. Motivasi yang lahir dari etika ini tidak cukup kuat
dalam mengembangkan gereja. Etika seperti itu sama dengan etika yang ada pada
organisasi umum lainnya. Yang kedua adalah etika kerja sebagai ANAK atau AHLI
WARIS. Etika ini melahirkan motivasi kerja sebagai anak dari Pemilik Gereja.
Allah adalah Sang Pemilik Gereja. IA menciptakan gereja serta mengutusnya ke
dunia. Etika kerja ini membangun motivasi yang kuat dalam diri pelayan gereja,
karena dasar kerjanya bukan hanya sebagai pelayan tetapi sekaligus sebagai
pewaris dari Sang Pemilik. Para pelayan seperti itu akan melakukan yang terbaik
dalam tugasnya karena keberhasilan kerjanya bukan hanya milik Sang Pemilik
Gereja melainkan juga milik mereka. Dalam arti tertentu, Bruce Barton menyebut
Yesus sebagai orang bisnis yang sukses. 3*)
PIKIRAN MANAJER DAN JIWA PEMIMPIN
Dalam sejarah Protestanisme ada suatu doktrin
tentang peran Pelayan gereja. Calvin mengatakan peran itu adalah: ke-NABI-an,
ke-IMAM-an dan ke-RAJA-an. Menurut Calvin ketiga peran itu sama pentingnya
dalam kehidupan dan keberadaan gereja serta diperlukan untuk menyiapkan
pelayanan gereja yang seimbang. Secara singkat peran-peran itu bermakna sebagai
berikut:
Ke-NABI-an, melakukan tugas gereja dalam
kemanusiaan dan keadilan. Peran ini nampak dalam a.l. ibadah, keputusan sidang
dan terbitan-terbitan gereja.
Ke-IMAM-an, melakukan tugas gereja dalam
meningkatkan kehidupan rohani. Peran ini nampak dalam a.l. pelayanan pastoral,
sakramen dan pembinaan warga.
Ke-RAJA-an, melakukan tugas gereja dalam
mengelola semua berkat Tuhan di gereja. Peran ini nampak dalam a.l.
manajemen organisasi gereja. 4*)
Dari pemahaman di atas kita melihat suatu pandangan
menyeluruh dari peran pelayan gereja, yang sifat-sifatnya mencakup fungsi
ke-NABI-an, ke-IMAM-an dan ke-RAJA-an. Beberapa pelayan gereja hanya menyukai
peran ke-NABI-an dan ke-IMAM-an saja. Mereka merasa hanya dipersiapkan secara
baik untuk tugas ke-NABI-an dan ke-IMAM-an, dan bukan tugas ke-RAJA-an
atau manajemen. Mereka melihat fungsi gereja dalam Alkitab lebih berpokok dibidang
rohani daripada administrasi. Sebenarnya ketiga fungsi pelayan gereja itu
seimbang satu sama lain. Administrasi yang baik tidak lain untuk menunjang misi
dan pelayanan gereja ke dunia.
Berkait dengan judul tulisan ini, penting disadari
bahwa gereja tidak pernah berkembang menjadi organisasi dengan struktur
organisasi yang khusus, melainkan mengambil berbagai struktur yang ada di
organisasi lain di sekitarnya. Dalam struktur organisasinya, gereja tidak
mempunyai kelebihan dibandingkan organisasi lain. Begitulah sejarah mengatakan
kepada kita. Pertanyaan yang bisa timbul di sini, apakah struktur itu sudah
cocok dengan misi gereja?
Berikut kita akan membahas peran pelayan gereja
sebagai “Raja”,
sebagai penyeimbang perannya di dua bidang yang lain. Di sini kita melihat
gereja baik sebagai persekutuan orang percaya maupun sebagai organisasi,
sebagai “milik
Tuhan” dan sebagai “Sesuatu yang terdiri atas beberapa orang”.
Fungsi ke-RAJA-an dari pelayan gereja adalah suatu
pelayanan dalam struktur organisasi gereja serta proses kehidupannya. Karena
tujuan, kebutuhan dan minat warga gereja hanya bisa terpenuhi melalui program
organisasi serta kegiatan warga, maka tugas pelayan gereja tidak lain
menjadikan program dan kegiatan warga gereja berdaya guna dan berhasil guna.
Ini berarti hidup organisasi harus terus berkembang sesuai dengan perkembangan
kehidupan manusia. Sesuai dengan itu para pelayan gereja haruslah memiliki ketrampilan
organisasi dan manajemen. Memang
pelayan gereja sebenarnya tidak lain adalah PELAYAN atau KEPALA PELAYAN yang
diberi kepercayaan oleh Tuhan (Manajer).
Pelayan gereja bukan pemilik gereja. Ia menerima
tugasnya dari Allah, sebagai lembaga pertama, dan Gereja, sebagai lembaga
kedua. Dalam tanggungjawabnya mengelola organisasi gereja ia tidak kurang dari
seorang manajer. Arti manajer di sini bukanlah sebagai mesin organisasi, karena
hubungannya dengan Sang Pemilik Gereja dan warga gereja digambarkan sebagai
hubungan antara bagian-bagian dari satu tubuh yang sama. Pelayan gereja patutlah menjadi manajer (Pelayan)
sekaligus pemimpin (Pendamping) warga di dalam gereja.
Menurut Craig R Hickman, manajer dan pemimpin
adalah semacam dua hal kebutuhan organisasi yang tak terpisahkan. Kerja manajer
cenderung ditandai dengan a.l. pengumpulan data, analisa, pemrograman dan
teknik pencapaian tujuan. Sementara kerja pemimpin cenderung ditandai dengan
a.l. pemahaman sejarah, kejelasan visi dan penguat motivasi. Manajer cenderung
mengelola pikiran (mind) anggota dalam kerja organisasi, sementara pemimpin
mengelola jiwa (soul) anggota untuk setia bekerja sama. Dua hal ini bukan
terpisah melainkan satu. 5*)
Malang, Februari 2008
catatan kaki:
1*) Gray Robert N, MANAGING THE CHURCH, NEC
Publication Service New York 1979 (p.181).
2*) Gray Robert N, ibid (p.183-184). Terjemahan
bebas.
3*) Schaller L E & Tidwell G A, CREATIVE CHURCH
ADMINISTRATION, Abingdon 1975 (p.11).
4*) Lindgren Alvin & Shawchuck Norman,
MANAGEMEN FOR YOUR CHURCH, Abingdon 1977 (p.17-18)
5*) Hickman C R, MIND OF MANAGER SOUL OF LEADER,
John Wiley & Sons Inc. 1990 (p.7)
gkjw.web.id
Tidak ada komentar:
Posting Komentar