Senin, 18 Februari 2013

Orang Yang Cocok Bekerja Di Gereja


Syarat apa yang harus dipenuhi seseorang agar cocok bekerja atau melayani di Gereja? Adakah sifat-sifat khusus yang disyaratkan bagi para pelayan Gereja? Mungkin sulit menetapkan suatu persyaratan yang menghasilkan kerja yang selalu baik di dalam Gereja. Beberapa orang bekerja lebih baik daripada yang lain karena mereka mempunyai naluri khusus untuk itu. Yang lain lebih baik karena mendapat pelatihanyang lebih baik, sementara lainnya lagi disebabkan pengalaman yang lebih atau memang mempunyai sifat unggul dalam pergaulan umum. Sebenarnya tidak ada kekhususan dalam keahlian, pendidikan atau mutu seseorang yang bisa dijadikan syarat untuk semua pelayan di Gereja.1*)
Apa tujuannya membicarakan peran seseorang di dalam mengelola gereja? Bukankah mengelola organisasi gereja lebih sulit dibandingkan mengelola organisasi lain? Gereja bukanlah sekelompok orang dengan latar belakang kehidupan yang sama. Anggota gereja memiliki banyak perbedaan, misalnya dalam status sosial, latar belakang budaya, kegemaran, pendidikan, ketrampilan serta minat. Bagaimana gereja dapat menjadi organisasi yang baik sementara anggotanya mempunyai begitu banyak perbedaan? Memang, Gereja adalah kelompok orang yang memiliki kepercayaan yang sama, Allah yang sama dan harapan yang sama. Namun, apakah itu sudah cukup? Untuk menjadi organisasi yang baik, gereja tidak cukup hanya mendasarkan diri pada persamaan kepercayaan saja. Definisi atau batasan gereja semestinya bukan hanya sekelompok orang dengan kepercayaan yang sama tetapi sekelompok orang dengan perbuatan yang sama. Bila anggota gereja memiliki perbuatan yang sama, maka tentunya ada beberapa prinsip atau syarat pokok yang menjadikan setiap anggota gereja bekerja secara baik
Untuk berhasil di dalam pelayanan ini, seseorang harus “cerdik seperti ular dan tulus seperti merpati”.  Selain itu, demi kedalaman penghayatan atas arti dan tujuan bergereja maka seorang pelayan gereja patut memiliki keterikatan kristiani, pengalaman bergereja, serta kemampuan bekerja dengan orang lain. Pelayan tersebut harus memiliki kemampuan bekerjasama yang tangguh, tidak berjalan sendiri, karena ada segi yang bukan manusiawi di dalam mengelola gereja. Dalam hal ini kepemimpinan melalui wahyu, kesetiaan dan ketaatan amatlah penting, walaupun unsur manajemen umum seperti perencanaan, anggaran, dan pengorganisasian lainnya tetap harus dilaksanakan.
Daftar syarat personalia yang dibutuhkan untuk pelayanan ini haruslah mencakup hal sebagai berikut: etika, ketergantungan satu sama lain, ketulusan, kesabaran, kejujuran, kesungguhan, kemampuan menjelaskan serta kecerdikan. Pelayan gereja patutlah mencintai tugasnya dan memiliki rasa humor yang sehat. 2*)
Dasar selanjutnya untuk pelayan di gereja adalah Pendidikan dan Pengalaman mengelola organisasi gereja. Kecenderungan umum di berbagai organisasi, para anggotanya harus dididik semakin hari semakin baik. Banyak orang setuju bahwa pendidikan formal Universitas mutlak dibutuhkan untuk personalia organisasi. Dalam hal ini pendidikan pelayan gereja haruslah berkait dengan bidang tugasnya. Contohnya, seorang pendeta diharapkan menjadi pelayan yang baik di gereja bukan dalam arti hanya di persekutuan dan organisasinya saja melainkan juga dalam hubungannya dengan pemerintah dan lembaga-lembaga lain.  Sementara itu perlu ditekankan bahwa tidak ada seorangpun dapat dikembangkan kemampuan-baiknya sebagai pelayan gereja, kecuali melalui dirinya sendiri dalam pengalamannya bergereja. Pengembangan diri berarti, terus membaca, mendengar, melakukan tugas, tukar pendapat, menambah pengetahuan lain yang menunjang pelaksanaan panggilan Tuhan.
Dasar terakhir untuk tugas ini adalah etika kerja pelayan gereja. Paling tidak ada dua etika kerja yang melahirkan dua motivasi kerja yang berbeda. Yang pertama adalah etika kerja sebagai PEGAWAI atau KARYAWAN. Di sini tugas dilaksanakan dengan harapan mendapatkan penghargaan yang setimpal, baik dalam bentuk materi, kekuasaan, fasilitas, penghormatan, sanjungan atau yang lain. Motivasi yang lahir dari etika ini tidak cukup kuat dalam mengembangkan gereja. Etika seperti itu sama dengan etika yang ada pada organisasi umum lainnya. Yang kedua adalah etika kerja sebagai ANAK atau AHLI WARIS. Etika ini melahirkan motivasi kerja sebagai anak dari Pemilik Gereja. Allah adalah Sang Pemilik Gereja. IA menciptakan gereja serta mengutusnya ke dunia. Etika kerja ini membangun motivasi yang kuat dalam diri pelayan gereja, karena dasar kerjanya bukan hanya sebagai pelayan tetapi sekaligus sebagai pewaris dari Sang Pemilik. Para pelayan seperti itu akan melakukan yang terbaik dalam tugasnya karena keberhasilan kerjanya bukan hanya milik Sang Pemilik Gereja melainkan juga milik mereka. Dalam arti tertentu, Bruce Barton menyebut Yesus sebagai orang bisnis yang sukses. 3*)
PIKIRAN MANAJER DAN JIWA PEMIMPIN
Dalam sejarah Protestanisme ada suatu doktrin tentang peran Pelayan gereja. Calvin mengatakan peran itu adalah: ke-NABI-an, ke-IMAM-an dan ke-RAJA-an. Menurut Calvin ketiga peran itu sama pentingnya dalam kehidupan dan keberadaan gereja serta diperlukan untuk menyiapkan pelayanan gereja yang seimbang. Secara singkat peran-peran itu bermakna sebagai berikut:
Ke-NABI-an,  melakukan tugas gereja dalam kemanusiaan dan keadilan. Peran ini nampak dalam a.l. ibadah, keputusan sidang dan terbitan-terbitan gereja.
Ke-IMAM-an, melakukan tugas gereja dalam meningkatkan kehidupan rohani. Peran ini nampak dalam a.l. pelayanan pastoral, sakramen dan pembinaan warga.
Ke-RAJA-an,  melakukan tugas gereja dalam mengelola semua berkat Tuhan di gereja. Peran ini nampak dalam a.l. manajemen  organisasi gereja. 4*)
Dari pemahaman di atas kita melihat suatu pandangan menyeluruh dari peran pelayan gereja, yang sifat-sifatnya mencakup fungsi ke-NABI-an, ke-IMAM-an dan ke-RAJA-an. Beberapa pelayan gereja hanya menyukai peran ke-NABI-an dan ke-IMAM-an saja. Mereka merasa hanya dipersiapkan secara baik untuk tugas ke-NABI-an dan ke-IMAM-an, dan bukan  tugas ke-RAJA-an atau manajemen. Mereka melihat fungsi gereja dalam Alkitab lebih berpokok dibidang rohani daripada administrasi. Sebenarnya ketiga fungsi pelayan gereja itu seimbang satu sama lain. Administrasi yang baik tidak lain untuk menunjang misi dan pelayanan gereja ke dunia.
Berkait dengan judul tulisan ini, penting disadari bahwa gereja tidak pernah berkembang menjadi organisasi dengan struktur organisasi yang khusus, melainkan mengambil berbagai struktur yang ada di organisasi lain di sekitarnya. Dalam struktur organisasinya, gereja tidak mempunyai kelebihan dibandingkan organisasi lain. Begitulah sejarah mengatakan kepada kita. Pertanyaan yang bisa timbul di sini, apakah struktur itu sudah cocok dengan misi gereja?
Berikut kita akan membahas peran pelayan gereja sebagai “Raja”, sebagai penyeimbang perannya di dua bidang yang lain. Di sini kita melihat gereja baik sebagai persekutuan orang percaya maupun sebagai organisasi, sebagai “milik Tuhan” dan sebagai “Sesuatu yang terdiri atas beberapa orang”.
Fungsi ke-RAJA-an dari pelayan gereja adalah suatu pelayanan dalam struktur organisasi gereja serta proses kehidupannya. Karena tujuan, kebutuhan dan minat warga gereja hanya bisa terpenuhi melalui program organisasi serta kegiatan warga, maka tugas pelayan gereja tidak lain menjadikan program dan kegiatan warga gereja berdaya guna dan berhasil guna. Ini berarti hidup organisasi harus terus berkembang sesuai dengan perkembangan kehidupan manusia. Sesuai dengan itu para pelayan gereja haruslah memiliki ketrampilan organisasi dan manajemen. Memang pelayan gereja sebenarnya tidak lain adalah PELAYAN atau KEPALA PELAYAN yang diberi kepercayaan oleh Tuhan (Manajer).
Pelayan gereja bukan pemilik gereja. Ia menerima tugasnya dari Allah, sebagai lembaga pertama, dan Gereja, sebagai lembaga kedua. Dalam tanggungjawabnya mengelola organisasi gereja ia tidak kurang dari seorang manajer. Arti manajer di sini bukanlah sebagai mesin organisasi, karena hubungannya dengan Sang Pemilik Gereja dan warga gereja digambarkan sebagai hubungan antara bagian-bagian dari satu tubuh yang sama. Pelayan gereja patutlah menjadi manajer (Pelayan) sekaligus pemimpin (Pendamping) warga di dalam gereja.
Menurut Craig R Hickman, manajer dan pemimpin adalah semacam dua hal kebutuhan organisasi yang tak terpisahkan. Kerja manajer cenderung ditandai dengan a.l. pengumpulan data, analisa, pemrograman dan teknik pencapaian tujuan. Sementara kerja pemimpin cenderung ditandai dengan a.l. pemahaman sejarah, kejelasan visi dan penguat motivasi. Manajer cenderung mengelola pikiran (mind) anggota dalam kerja organisasi, sementara pemimpin mengelola jiwa (soul) anggota untuk setia bekerja sama. Dua hal ini bukan terpisah melainkan satu. 5*)
Malang, Februari 2008
catatan kaki:
1*) Gray Robert N, MANAGING THE CHURCH, NEC Publication Service New York 1979 (p.181).
2*) Gray Robert N, ibid (p.183-184). Terjemahan bebas.
3*) Schaller L E & Tidwell G A, CREATIVE CHURCH ADMINISTRATION, Abingdon 1975 (p.11).
4*) Lindgren Alvin & Shawchuck Norman, MANAGEMEN FOR YOUR CHURCH, Abingdon 1977 (p.17-18)
5*) Hickman C R, MIND OF MANAGER SOUL OF LEADER, John Wiley & Sons Inc. 1990 (p.7)
gkjw.web.id

Tidak ada komentar:

Posting Komentar