Dengan memahami latar belakang
sejarah Greja Kristen Jawi Wetan (GKJW) diharapkan kita sebagai bagian dari
persekutuan GKJW dapat menjalankan peranserta kita masing-masing jemaat kita
dengan lebih baik. Setidaknya pemahaman terhadap latar belakang itu akan
membantu kita dalam mengikuti dinamika kegerejaan yang terjadi di GKJW. Karena
bagaimanapun tidak bisa diingkari bahwa keberadaan gereja satu dengan lainnya
senantiasa memiliki perbedaan, baik prinsipiel maupun yang tidak prinsipiel.
Memiliki pemahaman tentang latar belakang gereja akan menyebabkan seseorang
tidak mudah digoncangkan oleh keinginan pindah dari gereja satu ke gereja
lainnya.
1. Mengenal latar belakang sejarah
GKJW
Keberadaan GKJW tidak bisa dilepaskan
dari pengaruh dua tokohnya, yaitu Johanes Emde dan C.L.Coolen. Kedua tokoh ini
tidak memiliki latar belakang khusus teologi. Jadi keduanya adalah orang kristen awam yang tergerak untuk
memberitakan injil Kristus kepada orang-orang yang dijumpainya. Disamping itu
kedua orang ini sepertinya mewakili dua corak pandangan teologis tentang iman
kristen. Tokoh yang satu begitu besar perhatiannya pada masalah-masalah budaya
setempat, sedangkan satunya amat menentang budaya atau tradisi setempat.
Sehingga pada akhirnya kedua corak teologi yang ditebarkan oleh kedua orang
tersebut sedikit banyak mewarnai
teologi GKJW.
Tokoh yang satu mengatakan bahwa menjadi orang kristen berarti melepas sarung
atau kain kebaya, dalam arti harus mengikuti pola budaya barat (Belanda),
sedangkan tokoh lainnya mengatakan bahwa menjadi kristen tidak perlu melepaskan
tradisi dan budaya yang selama ini mewarnai kehidupannya. Jadi setelah dibaptis
tetap boleh memakai sarung, kain kebaya, nonton wayang, dan lain sebagainya.
Yang paling penting adalah perubahan dalam hal menjalani dan menghayati
moralitas baru yang bersumber dari kasih Allah di dalam Yesus Kristus. Sehingga
iman bukan hanya persoalan kulit, melainkan persoalan pergumulan dan perubahan
hati yang amat mendasar.
Dalam
dinamika perkembangan GKJW, dua corak pemberitaan Injil itulah GKJW mengalami
pertumbuhannya, terutama dengan munculnya tokoh-tokoh baru. Sehingga di daerah
atau jemaat tertentu warga dan kiprah jemaat memiliki perbedaan
dengan warga atau kiprah jemaat
lainnya. Misalnya: bolehkah rumah ibadah dipakai untuk tempat rapat? Apakah
diperkenankan rumah ibadah dipakai untuk tempat makan? Hal yang barangkali
lebih prinsipial adalah, di tempat tertentu merupakan suatu kebiasaan kalau ada
ibadah ucapan syukur 7 hari atau 40 hari atau bahkan seribu hari setelah
kematian anggota keluarga. Sementara itu di jemaat lain kebiasaan seperti itu
sudah benar-benar tabu.
Yang
tak kalah menarik adalah kenyataan bahwa dengan adanya dua corak diatas maka
ada jemaat yang amat cepat tanggap terhadap perkembangan jaman, tetapi ada juga
yang teramat lambat menyikapi perubahan masyarakat. Akibat yang dapat kita
lihat sampai saat ini adalah perbedaan dinamika bergereja jemaat satu dengan
jemaat lainnya. Jemaat-jemaat tertentu sudah bisa mengantisipasi program
kegiatan untuk sepuluh atau lima belas tahun yang akan datang, sementara
jemaat-jemaat tertentu lainnya masih berkutat ke orientasi masa silam. Dengan
demikian menjadi semakin tidak mudah untuk memahami GKJW karena keberadaannya
yang amat variatif tersebut. Dalam kenyataan memang dengan kondisi seperti
itulah GKJW mengalami perkembangan dan pertumbuhannya.
2. Mengenal beberapa ciri khas GKJW
a. GKJW sebagai gereja teritorial
GKJW
telah menetapkan bahwa keberadaannya hanya dibatasi di Jawa Timur. Sehingga
kita tidak menjumpai adanya GKJW di luar Jawa Timur. Hal ini sesuai dengan isi
Tata dan Pranata GKJW. Untuk jelasnya dikutipkan bunyi ketentuan itu, “Greja
Kristen Jawi Wetan adalah bagian dari Gereja yang Esa, yang dilahirkan,
ditumbuhkan dan dipelihara oleh Tuhan Allah, Yesus Kristus dan Roh Kudus di
Jawa Timur” (hal. 2). Ini berarti sekalipun ada banyak (ratusan atau bahkan
ribuan) warga GKJW berpindah tempat tinggal ke luar Jawa Timur, misalnya ke
Pulau Sulawesi, maka mereka akan menjadi anggota gereja di tempat di mana
mereka tinggal.
GKJW
tidak akan membuat cabang atau perwakilan ditempat itu. Mengapa demikian?
Setidaknya ada dua jawaban yamg bisa disampaikan. Pertama, kalau warga tersebar
di tempat yang relatif amat jauh secara geografis maka secara teknis akan sulit
mengaturnya. Kedua GKJW ingin menghormati keberadaan gereja di tempat lain.
b. GKJW sebagai Gereja Gerakan Warga
Sejak
awal pertumbuhannya peranan kaum awam di GKJW sangat besar. Tokoh-tokoh yang
menonjol dalam pertumbuhan GKJW bukanlah para teolog atau para pendeta atau
Guru Injil yang telah dipersiapkan dengan bekal pemahaman teologi yang cukup,
melainkan mereka adalah orang awam yang setia kepada perintah Injil. Melalui
cara hidup dan pergaulan mereka dengan banyak orang-lah injil dikomunikasikan.
Bandingkan dengan isi Injil Matius 5 (panggilan agar orang-orang percaya dapat
menjadi garam dan terang dunia). Ayat ini rupanya amat dihayati dan sekaligus
menjadi jiwa dari kehidupan warga jemaat sehingga melalui cara hidup mereka
injil dapat diberitakan.
Keadaan seperti di atas berjalan
sampai dengan saat ini. Dan salah satu kegiatan yang amat menunjang terpupuknya
kondisi GKJW sebagai gereja gerakan warga adalah adanya ibadat patuwen (ibadat keluarga/ ibadat rumah tangga).
Dalam Ibadah Rumah Tangga (IRT) ini warga satu dengan warga lainnya merasa
saling mendapat perhatian dan penguatan. Adalah suatu kebahagiaan tersendiri
bagi warga jemaat kalau rumah tempat tinggalnya dipakai untuk tempat IRT.
Sehingga seringkali melalui IRT itu warga jemaat menyampaikan persembahan
ucapan syukurnya. Dalam kenyataannya memang IRT ini amat mendukung kekentalan
ikatan persaudaraan bahkan kekeluargaan di antara warga jemaat. Kegiatan ini
ternyata memang menjadi sarana yang baik untuk semakin terpeliharanya iman dan
kehidupan warga jemaat. Sehingga kalau ada warga jemaat yang tidak pernah
datang ke ibadah patuwen, jelas hanya ada beberapa kemungkinan. Pertama, karena
kesibukan kerja, tentang hal ini dapat dimaklumi. Kedua, warga jemaat yang
memang tidak memperhatikan kehidupan imannya, dalam arti hidupnya tidak bisa
menjadi garam dan terang dunia.
Anggota
majelis jemaat dan juga warga jemaat di wilayah atau kelompok biasanya
mempunyai program untuk menarik dan mengajak warga jemaat yang meremehkan IRT
agar mau kembali mengentalkan ikatan persaudaraan dan kekeluargaan dengan warga
jemaat lainnya. Diharapkan dengan kehadiran dan keterlibatan di IRT atau
kegiatan lainnya, maka sedikit demi sedikit cara hidupnya ikut diperbaharui
pula.
c. Lima bidang pelayanan di GKJW
Disamping
trilogi gereja, yaitu persekutuan (=koinonia), kesaksian (= marturia) dan
pelayanan cinta kasih (=diakonia), GKJW melengkapi diri dengan bidang teologi
dan penatalayanan. Secara singkat kita perhatikan 5 bidang pelayanan tersebut:
1) Bidang Teologi
Bidang ini menangani hal-hal dan
kegiatan yang berhubungan dengan pergumulan firman Tuhan dan pembinaan iman
warga jemaat. Contoh kegiatan pelayanannya, misalnya menyiapkan bahan untuk
Pemahaman Alkitab, pembinaan iman warga dengan berbagai model kegiatan (a.l.
ceramah, retret, sarasehan, katekisasi). Secara ideal sebenarnya bidang teologi
selalu melandasi setiap kegiatan pelayanan yang dilakukan oleh jemaat.
2) Bidang Persekutuan
Bidang ini bertugas menangani,
melayani dan mengembangkan kegiatan untuk mengentalkan semangat
kebersamaan/ persekutuan, mulai dari anak sampai dengan usia lanjut. Sesuai
dengan kategori pelayanannya maka bidang pelayanan ini bertujuan agar setiap
warga bisa mengambil peranan demi terwujudnya persekutuan dengan Tuhan dan
sesamanya dengan sebaik-baiknya. Disamping itu dengan adanya bidang pelayanan
ini diharapkan setiap jemaat- secara kategorial- terwadahi kebutuhannya untuk bersekutu.
3) Bidang Kesaksian
Bidang ini bertugas mengadakan
pembinaan bagi warga jemaat agar mampu menyatakan jatidirinya sebagai orang
percaya terutama ditengah kehidupannya bersama dengan orang-orang lain.
Diharapkan melalui cara hidup yang baik dan benar kehadirannya di masyarakat
dapat menjadi saksi akan kasih Tuhan Yesus. Pada hakekatnya semua orang percaya
terpanggil untuk bisa menjadi saksi Kristus didalam hidupnya.
4) Bidang Pelayanan Cinta Kasih
Kegiatan di bidang ini secara khusus
menangani pelayanan untuk mewujudkan cinta kasih Tuhan Allah kepada dunia
dan segala isinya agar terwujud kesejahteraan
lahir batin. Hal utama dalam pelayanan ini adalah upaya gereja/
orang-orang percaya untuk turut serta bekerja bersama dengan Tuhan agar bumi
ini benar-benar disuasanai oleh kasih, sukacita, keadilan, kebenaran dan damai
sejahtera bagi seluruh dunia. Dengan demikian kegiatan pada bidang ini bukan
hanya memberi sembako atau pengobatan gratis untuk yang kekurangan, namun juga
termasuk kedisiplinan kita untuk turut serta menjaga memelihara keutuhan
ciptaan. Misalnya: tidak membuang sampah sembarangan, tidak melakukan kekerasan
kepada sesama, mau berhemat menggunakan sumber-sumber alam, membela hak mereka
yang tertindas. [Memang agak disayangkan bahwa sampai dengan saat ini bentuk
pelayanan kita di bidang ini masih amat tradisional/ karitatif: yaitu memberi
sesuatu yang dalam waktu cepat habis. Semoga ke depan kita semakin mampu
menyiapkan program yang memberdayakan dan berkelanjutan. Sudah sejak tahun
1980-an banyak gereja sudah melakukan secara serius pelayanan bidang ini dengan
apa yang disepakati bersama, yakni JPIC (Justice, Peace and Integrity of Creation=
Keadilan, Perdamaian dan Keutuhan Ciptaan)].
5) Bidang Penatalayanan
Bidang ini menangani pembinaan dalam
hal a.l.: sumber daya manusia, harta milik gereja, juga bagaimana meningkatkan
daya, dana dan sarana bagi perkembangan dan pertumbuhan gereja. Contoh
sederhana, misalnya bagaimana talenta dan potensi warga jemaat bisa benar-benar
diberdayakan untuk memenuhi panggilan Tuhan agar keberadaan gereja benar-benar
dirasakan manfaatnya oleh masyarakat luas. Ini salah satu tugas dari bidang
ini.
Dalam
menjalankan kiprah bergerejanya maka GKJW senantiasa berpatokan pada lima
bidang tersebut. Dengan cara atau pola kegiatan semacam itu maka gerak seluruh
GKJW dapat menuju ke arah yang sama.
d. Mekanisme pembuatan program
kegiatan.
Langkah pertama adalah mengikuti
ketentuan dari Majelis Jemaat tentang “Arah dan tujuan” yang akan dilakukan
pada tahun (beberapa tahun) yang akan datang. Dalam rangka menentukan “Arah dan
tujuan” kegiatan yang akan datang Majelis Jemaat mempergunakan hasil rembug warga sebagai salah satu acuannya. Setelah
ditemukan “Arah dan tujuan” tersebut, kemudian PHMJ/MJ bersama dengan
Komperlitbang mengadakan pertemuan koordinatif dengan komisi-komisi. Isi
pertemuan itu adalah untuk menjelaskan tentang apa yang akan dilakukan dan
diharapkan oleh Majelis Jemaat (setelah menampung hasil rembug warga). Semua
konsep kegiatan tahun yang akan datang yang telah diselesaikan oleh komisi
kemudian digodog oleh PHMJ bekerjasama dengan komperlitbang. Hasil dari
penggodogan ini lalu dibawa ke persidangan Majelis Jemaat untuk didalami sekali
lagi, baru kemudian disahkan.
e. Struktur Pelayanan di GKJW
Istilah “struktur” di GKJW memang
tidak begitu populer, karena istilah itu dipandang dari sudut gerejawi
mengandung kelemahan, yaitu mengandaikan adanya susunan hirarkhis (adanya unsur
atasan dan bawahan). Oleh karena itu kata struktur dalam subjudul di atas
ditulis dengan tanda kutip, dengan maksud menunjuk pada semacam tata kerja roda organisasi GKJW dijalankan. Dalam
hal “struktur” pelayanannya, GKJW menampakkan diri dalam bentuk
persekutuan-persekutuan. Ada tiga macam persekutuan yang terdapat di GKJW,
yaitu:
1) Persekutuan se-Tempat
Persekutuan ini juga disebut sebagai
Jemaat (persekutuan yang dewasa dari warga di suatu tempat yang mampu memenuhi
panggilan dan melaksanakan kegiatan pelayanan), misalnya: Jemaat Sitiarjo,
Jemaat Ngawi. Pada tingkat persekutuan ini penanggung jawab semua kegiatan
pelayanan adalah Majelis Jemaat. Majelis Jemaat biasanya memilih beberapa orang
untuk duduk dalam Pelayan Harian Majelis Jemaat (PHMJ). PHMJ inilah yang
menjadi pelaksana harian dari tugas kemajelisan. Jabatan di PHMJ adalah sama
dengan jabatan pada majelis Jemaat. Contohnya, Ketua Majelis Jemaat adalah juga
ketua PHMJ, demikian pula jabatan lainnya.
Untuk mempertajam pelaksanaan program
dan memberdayakan warga jemaat, maka Majelis Jemaat dalam melaksanakan lima
bidang pelayanan dibantu oleh komisi-komisi pembinaan atau kepanitiaan untuk
suatu kegiatan tertentu.
Dalam buku Tata dan Pranata GKJW
disebutkan bahwa majelis jemaat sedikitnya sekali dalam tiga bulan mengadakan Sidang
Majelis. Sedangkan Pelayan Harian Majelis Jemaat sedikitnya sekali dalam dua
minggu mengadakan rapat. Tentunya ketentuan ini semata-mata ditujukan agar
pelayanan yang dilakukan benar-benar dapat semakin mendekati apa yang
dikehendaki oleh Tuhan yang memiliki Gereja. Keputusan Sidang Majelis Jemaat
adalah merupakan keputusan tertinggi di tingkat jemaat. Jadi apa yang telah
diputuskan oleh Sidang Majelis Jemaat tidak dapat dibatalkan oleh rapat PHMJ.
Pembatalan hanya bisa dilakukan oleh Sidang Majelis Jemaat.
2) Persekutuan se Daerah
Persekutuan ini adalah persekutuan
warga GKJW di dalam suatu daerah, yang terdiri dari beberapa jemaat. Penataan
pelayanan pada persekutuan se-Daerah ini diatur oleh Majelis Daerah, contohnya:
Majelis Daerah Malang 1, Majelis Daerah Besuki Timur. Dalam pelaksanaan
kegiatan sehari-harinya Majelis Daerah melimpahkan kepada Pelayan Harian
Majelis Daerah. Mengapa demikian? Karena Majelis Daerah dalam setahun hanya
bersidang sebanyak 2 (dua) kali. Sedangkan Pelayan Harian Majelis Daerah
sedikitnya mengadakan rapat sekali dalam dua bulan. Dalam prakteknya bisa
sekali sebulan, bahkan lebih mengingat tingkat kegiatan yang semakin padat.
Sidang Majelis Daerah merupakan forum tertinggi pengambilan keputusan tertinggi
untuk lingkup daerah.
Sebagaimana di lingkup Jemaat, maka
di lingkup Majelis Daerah ini pun Pelayan Harian Majelis Daerah dibantu oleh
Komisi-komisi Pembinaan Daerah untuk merealisasikan ke-lima bidang
pelayanannya. Saat ini di GKJW terdapat 12 Majelis Daerah, yaitu meliputi:
Surabaya Timur I, Surabaya Timur II, Surabaya Barat, Malang I, Malang II,
Malang III, Malang IV, Kediri Utara, Kediri Selatan, Besuki Barat, Besuki
Timur, Madiun.
3) Persekutuan se Jawa Timur
Persekutuan ini adalah persekutuan
warga GKJW di seluruh Jawa Timur. Inilah yang disebut dengan GKJW, yang
meliputi jemaat-jemaat se Jawa Timur. Penanggung jawab penataan dan pelayanan
GKJW adalah Majelis Agung GKJW. Dalam kegiatan sehari-harinya dijalankan oleh
Pelayan Harian Majelis Agung. Sedangkan pelaksanaan program untuk kelima bidang
pelayanannya dilakukan oleh Dewan-dewan Pembinaan. Sama dengan di jemaat,
jabatan di Majelis Agung adalah sama dengan jabatan di Pelayan Harian Majelis
Agung.
Pada lingkup persekutuan inilah GKJW
juga menjalin kerjasama secara oikumenis dengan berbagai gereja baik di
Indonesia maupun di luar negeri. Bahkan sudah sejak lama GKJW mengembangkan
pergaulannya secara lebih programatis dengan lembaga keagamaan lain.
Struktur di atas tidak bersifat
hirakhis (Majelis Agung tidak lebih tinggi daripada Majelis Daerah atau Majelis
Jemaat, dan sebaliknya), melainkan satu sama lain berhubungan sebagai
persekutuan yang menyatu dalam semangat “Patunggilan kang Nyawiji” yaitu Greja
Kristen Jawi Wetan.
Catatan:
Disamping
3 macam persekutuan di atas, di beberapa tempat diperlukan bentuk persekutuan
lain. Misalnya: di kota Malang ada PHMJ Kota Malang yang merupakan wadah dan
wahana percakapan antara jemaat-jemaat GKJW yang ada di kota Malang. Demikian
pula di kabupaten Sidoarjo, dibentuk Paguyuban GKJW se Sidoarjo. Masing-masing
dibentuk berdasarkan kebutuhan jemaat untuk menjawab kebutuhan dan tantangan
yang sama di masing-masing kota.
(Sumardiyono di gkjw.web.id)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar