Bacaan : Lukas 6:6-11.
Nyanyian : KJ 378: 1
Nats : “… manakah yang diperbolehkan pada hari Sabat, berbuat baik atau berbuat jahat, menyelamatkan nyawa orang atau membinasakannya?” (ayat 9)
Nyanyian : KJ 378: 1
Nats : “… manakah yang diperbolehkan pada hari Sabat, berbuat baik atau berbuat jahat, menyelamatkan nyawa orang atau membinasakannya?” (ayat 9)
Pernahkah kita membaca kalimat iklan semacam
ini:
§ “Diskon 50%” *untuk pembelian ke dua.
§ “Gratis telpon 1500 detik” *setelah isi ulang Rp. 100.000,-.
§ “Beli 2 gratis 1” *hanya untuk yang bertanda khusus, dan
memiliki kartu berlangganan.
Banyak tawaran menarik dan terlihat baik dari
kalimat-kalimat iklan sebuah produk tertentu. Tapi kebaikan yang mereka
tawarkan semuanya bersyarat. Harus ini dan itu, barulah bisa mendapatkan
sesuatu yang baik yang mereka tawarkan. Bahkan dalam kehidupan kita sehari-hari
pun, kebaikan yang kita lakukan atau kita terima kadang bersyarat. Kita mau
berbicara lemah lembut, jika orang lain juga ramah kepada kita. Kita bersedia
tersenyum tulus, jika orang lain juga memberi senyuman untuk kita. Demikianlah
kadang kita membuat syarat atas kebaikan yang kita berikan kepada orang lain.
Namun hari ini kita akan belajar dari sikap
Tuhan Yesus yang memberikan kebaikan tanpa syarat. Meski Tuhan Yesus paham
benar bahwa orang-orang Farisi akan menentang-Nya saat Ia menyembuhkan orang
sakit di hari Sabat, tetapi justru keadaan ini dipakai Tuhan Yesus untuk
memberikan pengajaran bahwa kebaikan itu haruslah dilakukan tanpa syarat.
Sehingga Tuhan Yesus menantang mereka dengan pertanyaan: “…manakah yang
diperbolehkan pada hari Sabat, berbuat baik atau berbuat jahat, menyelamatkan
nyawa orang atau membinasakannya?” Dan Tuhan Yesus bukan hanya sekedar
mengajar, tetapi memberikan teladan secara langsung dengan menyembuhkan orang
sakit itu. Tuhan Yesus mau menekankan bahwa hukum Taurat tentang hari Sabat
maupun tentang hal lain, bukan untuk menghalangi umat melakukan perbuatan baik.
Karena setiap hukum Allah pastilah ditujukan untuk kebaikan. Dan kebaikan
sesungguhnya selalu tanpa syarat. Jika kebaikan itu bersyarat, apakah itu bisa
disebut sebagai kebaikan?
Bagi kehidupan kita sebagai pengikut Kristus,
masihkah berlaku kebaikan bersyarat untuk kita lakukan bagi orang lain? [dee]
“Hanya kebaikan tanpa
syaratlah yang disebut kebaikan yang baik.”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar