Bacaan : Lukas 11 : 47 – 54
Pujian : KJ 467 : 1, 2, 3
Nats : “Celakalah kamu, sebab kamu membangun makam nabi-nabi, tetapi nenek moyangmu telah membunuh mereka… kamu membenarkan perbuatan-perbuatan nenek moyangmu, sebab mereka telah membunuh nabi-nabi itu dan kamu membangun makamnya.” [ayat 47-48]
Pujian : KJ 467 : 1, 2, 3
Nats : “Celakalah kamu, sebab kamu membangun makam nabi-nabi, tetapi nenek moyangmu telah membunuh mereka… kamu membenarkan perbuatan-perbuatan nenek moyangmu, sebab mereka telah membunuh nabi-nabi itu dan kamu membangun makamnya.” [ayat 47-48]
Di salah satu acara stasiun televisi swasta, ditayangkan tentang
lokasi pemakaman yang sangat luas dan indah. Lokasinya bagaikan “Taman tempat
rekreasi”, ada kolam taman bunga dan bangunannya sangat indah. Orang yang
“berduit”, tentu sebagai penghuni dan pemiliknya. Sangat ironis, banyak orang
yang hidup bermukim di tempat yang kumuh, bantaran pinggir sungai, dan rawan
untuk digusur.” Ya, mau bagaimana lagi, itu sebuah realita dan sah sah saja.
Persoalannya, bagaimana ketika mereka hidup? Apakah dalam kehidupannya sudah
menggambarkan tutur kata, pikiran, dan perbuatan yang sepadan dengan indahnya
tempat dan bangunan makam yang tentu memerlukan biaya ratusan juta bahkan
milyaran rupiah? Yang terpenting, bagaimana ketika kita hidup berpadanan dengan
Firman Tuhan.
Bacaan hari ini mengingatkan kepada kita bagaimana orang Farisi
dan orang sangat faham tentang Taurat, namun tidak memberikan contoh teladan
seperti Tuhan Yesus. Mereka membangun makam yang luar biasa tetapi nenek moyang
mereka membunuh Nabi-nabi Allah. Mereka merasa dirinyi paling baik, suci, dan
telah melakukan Taurat paling sempurna. Mereka melakukan adat istiadat nenek
moyangnya dengan sangat ketat dan suka mengkritik orang lain (ay 37-38). Tuhan
Yesus menegor secara keras atas perbuatan-perbuatan orang Farisi dan para ahli
Taurat.
Marilah kita membangun kehidupan supaya kita hidup dalam
pengharapan kasih karunia Tuhan. Bukannya kita membangun yang bersifat fisik
secara berlebihan untuk menunjukkan kesombongan melainkan hendaknya kita
membangun hal-hal yang hidup dalam menjalani kehidupan keseharian. Relasi
dengan Tuhan diwujudkan dalam relasi secara nyata dengan sesama manusia. [DG]
“Pengetahuan
menyombongkan dirinya karena sudah belajar begitu banyak. Hikmat merendahkan
dirinya karena ia tidak tahu banyak lagi.”[William Cowper]