Kamis, 31 Oktober 2013

Munafik, Apa Munafik

Bacaan : Lukas 11 : 47 – 54
Pujian : KJ 467 : 1, 2, 3
Nats : “Celakalah kamu, sebab kamu membangun makam nabi-nabi, tetapi nenek moyangmu telah membunuh mereka… kamu membenarkan perbuatan-perbuatan nenek moyangmu, sebab mereka telah membunuh nabi-nabi itu dan kamu membangun makamnya.” [ayat 47-48]
Di salah satu acara stasiun televisi swasta, ditayangkan tentang lokasi pemakaman yang sangat luas dan indah. Lokasinya bagaikan “Taman tempat rekreasi”, ada kolam taman bunga dan bangunannya sangat indah. Orang yang “berduit”, tentu sebagai penghuni dan pemiliknya. Sangat ironis, banyak orang yang hidup bermukim di tempat yang kumuh, bantaran pinggir sungai, dan rawan untuk digusur.” Ya, mau bagaimana lagi, itu sebuah realita dan sah sah saja. Persoalannya, bagaimana ketika mereka hidup? Apakah dalam kehidupannya sudah menggambarkan tutur kata, pikiran, dan perbuatan yang sepadan dengan indahnya tempat dan bangunan makam yang tentu memerlukan biaya ratusan juta bahkan milyaran rupiah? Yang terpenting, bagaimana ketika kita hidup berpadanan dengan Firman Tuhan.
Bacaan hari ini mengingatkan kepada kita bagaimana orang Farisi dan orang sangat faham tentang Taurat, namun tidak memberikan contoh teladan seperti Tuhan Yesus. Mereka membangun makam yang luar biasa tetapi nenek moyang mereka membunuh Nabi-nabi Allah. Mereka merasa dirinyi paling baik, suci, dan telah melakukan Taurat paling sempurna. Mereka melakukan adat istiadat nenek moyangnya dengan sangat ketat dan suka mengkritik orang lain (ay 37-38). Tuhan Yesus menegor secara keras atas perbuatan-perbuatan orang Farisi dan para ahli Taurat.
Marilah kita membangun kehidupan supaya kita hidup dalam pengharapan kasih karunia Tuhan. Bukannya kita membangun yang bersifat fisik secara berlebihan untuk menunjukkan kesombongan melainkan hendaknya kita membangun hal-hal yang hidup dalam menjalani kehidupan keseharian. Relasi dengan Tuhan diwujudkan dalam relasi secara nyata dengan sesama manusia. [DG]
“Pengetahuan menyombongkan dirinya karena sudah belajar begitu banyak. Hikmat merendahkan dirinya karena ia tidak tahu banyak lagi.”[William Cowper]


Tidak ada komentar:

Posting Komentar