Rabu, 29 Oktober 2014

Pura-Pura Tidak Tahu



Bacaan : Roma 12 : 9 – 21  |   Pujian: KJ 44 : 6
Nats: “Hendaklah kasih itu jangan pura-pura!” [ayat 9]

Teman baik saya menulis di facebooknya dengan gaya jenaka, begini: “Oh, ternyata bersalaman dengan seseorang di gereja bisa membuatku kesal. Bagaimana tidak kesal, tangannya bersalaman denganku, tetapi wajahnya berpaling, dan bibirnya asyik ngobrol dengan orang lain. Setelah itu, dia pura-pura tidak tahu kalau aku sudah menunggunya selesai ngobrol supaya dia bisa melihat wajahku yang tersenyum untuknya. Dia pergi begitu saja dengan melepaskan tanganku tanpa rasa bersalah. Rasanya aku tidak ingin mengulang untuk bersalaman dengannya lagi”. Kalimat ini menjadi seru untuk saya bisa lebih memahami firman Tuhan dalam Roma 12:9-21.
Nasihat untuk hidup dalam kasih sangat menenangkan hati ketika kita membacanya. Kasih tidak boleh diterapkan dengan pura-pura. Kasih itu juga harus berebut untuk mendahului memberi hormat (ay. 10). Kasih tidak membalas kejahatan dengan kejahatan (ay. 17). Kasih harus hidup berdamai dengan semua orang (ay. 18). Kasih itu mengalahkan kejahatan dengan kebaikan (ay. 21). Namun nasihat ini tampak tidak tercermin dari kutipan tulisan di facebook tadi. Demikianlah kita sering gagal menerapkan hidup di dalam kasih. Tetapi apakah kita akan seperti kura-kura dalam perahu (pura-pura tidak tahu) jika kita pernah gagal memberlakukan kasih? Kegagalan hidup dalam kasih, menjadi peringatan bahwa pertolongan Allah yang akan memampukan kita untuk tidak takut mencoba lagi dan lagi.
Hidup dalam kasih yang juga berarti memberi sikap baik kepada orang lain (ay. 9: “…lakukanlah yang baik) menuntut ketulusan hati tanpa pura-pura. Kadang meskipun kita tersenyum bagi orang lain, tetapi senyum kita hanyalah pura-pura. Senyum yang tulus tidak akan meninggalkan sakit hati ketika orang yang diberi senyuman tidak membalasnya. Karena senyum itu sudah kita berikan kepada orang lain, maka mereka berhak melakukan apapun atas senyuman yang sudah kita beri: apakah mereka akan membalas senyuman, atau membuang senyum yang kita berikan. Bukan hak kita untuk menuntut. Jika masih merasa kesal dengan sikap baik kita yang tidak mendapat balasan baik dari orang lain, patutkah kita menyebutnya sebagai kasih yang tulus dan tidak pura-pura? [dee]
Belas kasihanilah sesama, bersikap keraslah pada diri sendiri! [Einstein]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar