Bacaan : Matius 23 : 23 – 26 | Pujian : KJ 278
Nats: “Celakalah kamu….” [ayat 23]
“Mila panjenengan asli saking Jawi Wetan, Bu? Lha Basa Jawanipun kados piyantun klairan Sala lo…”
Ini adalah tanggapan yang disampaikan oleh seorang anggota Majelis setelah saya selesai menyampaikan khotbah berbahasa jawa pertama saya di salah satu daerah di Jawa Tengah. Mendengar tanggapan itu tentu saya tersipu-sipu malu, karena beberapa kata bahasa Jawa khas Jawa Timur yang saya gunakan dalam khotbah tadi sempat membuat warga Jemaat tertawa (padahal saya tak bermaksud melawak!). Ya, malam itu saya mendapat sebuah kritik yang dibungkus dengan pujian. Memang tak menyakitkan, tapi membuat saya sadar kekurangan diri.
Tak mudah memang menyampaikan apalagi menerima kritik. Bacaan kita hari ini menunjukkan bagaimana Tuhan Yesus menyampaikan kritik keras yang ditujukan kepada para ahli Taurat dan orang-orang Farisi. Ahli Taurat adalah golongan orang Yahudi terpelajar yang telah menempuh pendidikan khusus dalam bidang Hukum Taurat, mereka memiliki banyak pengetahuan tentang tafsiran Kitab Suci dan dapat mengambil keputusan-keputusan dalam permasalahan yang menyangkut agama. Sedang orang Farisi adalah golongan elite yang memiliki minat khusus terhadap ritual peribadatan dan merasa golongan mereka lebih suci dibandingkan dengan orang Yahudi lainnya. Namun, justru pada golongan elite dan terpelajar inilah Tuhan Yesus menyampaikan kritik tajam dan pedas yang selalu diawali dengan frase, “Celakalah kamu…” yang dilanjutkan dengan pola yang hampir sama yaitu: kritik terhadap kemunafikan. Bahwa persepuluhan selalu dibayar, namun mengabaikan keadilan, belas kasihan dan kesetiaan (ay.23); nyamuk ditapiskan, tapi unta ditelan (ay.24) dan cawan dibersihkan hanya di bagian luar, tetapi sebelah dalam penuh dengan kerakusan (ay. 25).
Membaca kritikNya ini, mari sejenak berintropeksi diri. Apa yang selama ini kita lakukan? Apakah ibadah-ibadah kita hanyalah ritual tanpa makna karena lupa mewujudkan kasih? Apakah kita hanya sibuk memoles tampak luar tapi melupakan kemurnian hati? Ah….jangan sampai kritik Tuhan Yesus itu ditujukan kepada kita juga! [Rhe]
“Kritik adalah bukti bahwa kita perlu memperbaiki diri.”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar