Senin, 29 Desember 2014

Allah Terharu



Bacaan : Markus 1 : 7 – 11  |  Pujian: KJ 393
Nats: “Engkaulah Anak-Ku yang Kukasihi, kepada-Mulah Aku berkenan.” [ayat 11]

Pada awal Agustus yang lalu ada berita haru yang ditayangkan di TV. Seorang anak yang sudah 10 tahun terpisah dari orangtuanya karena gelombang dahsyat tsunami Aceh bertemu dan bersatu kembali dengan ibu kandungnya. Saya sendiri, dan tentunya Panjenengan, turut terharu dan bahagia mendapat berita itu. Karena, selain selamat dari tsunami, dia bertemu kembali dengan ibu yang melahirkannya.
Kata-kata Allah (Engkaulah Anak-Ku yang Kukasihi, kepada-Mulah Aku berkenan) itu menunjukkan keharuan dan kesukacitaan hati Allah atas Yesus yang dibaptis. Kata-kata suara Allah itu terdengar sesudah Yesus dibaptis. BaptisanNya menandai kesiapanNya melakukan misi penyelamatan Allah di dunia untuk seluruh ciptaanNya. Untuk pelaksanaan misi Allah itu Yesus Kristus disertai RohNya yang digambarkan seperti burung merpati yang turun atasNya.
Demikianlah mestinya Allah juga sangat terharu dan senang sekali setiap kali ada pembaptisan, baik itu baptisan orang dewasa maupun anak kecil. Allah tentu terharu melihat kita dan setiap orang ketika dibaptis. Sebab, itu menjadi tanda bahwa kita sudah direbut dari kekuasaan dosa dan maut. Itu menjadi tanda bahwa kita kembali ke dalam rengkuhan dan pelukan kasih sayang Allah Bapa kita. Tentu Allah akan sangat senang jika baptisan kita disertai kesiapan kita melaksanakan karya kasih Allah di dunia. Untuk menyiapkan kita melaksanakan karya kasihNya itu kita dilengkapi dan disertai oleh karunia Roh Kudus.
Yang menjadi pertanyaan sekarang, apakah kita akan bisa mempertahankan keselamatan kita itu lestari sampai akhir? Untuk itu kita harus berusaha keras, berjuang. Masih adakah kesiapan dan kesediaan di dalam diri kita untuk melaksanakan karya kasih Allah bagi seluruh ciptaanNya? Untuk itu, renungkan dan hayati karya agung kasihNya yang sudah dinyatakan bagi dan kepada kita! Jangan sekali-kali keharuan dan kesukacitaan hati Allah karena baptisan (keselamatan dan kesediaan kita akan karyaNya) itu berubah menjadi penyesalan. Karena itu, kita harus mempertahankan keselamatan dan kesediaan kita melakukan karyaNya sampai akhir hidup kita. [ST]
“Terima kasih, Bapa, atas kasih sayangMu. Mampukan aku melakukan karya agung kasihMu!”
http://www.gkjw.web.id/allah-terharu

Tidak ada komentar:

Posting Komentar